A Journey to Makkah – Madinah. Part 3


Selain ibadah, selama umrah juga ada beberapa agenda mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Madinah, Mekah seperti Masjid Kuba, Jabal Tsur ataupun Jabal Uhud, dan sembari melewati tempat-tempat tujuan haji seperti Arafah, Mina, Muzdhalifah.
Diantaranya ke Jabal Rahmah di Arafah, yang konon merupakan tempat bertemunya Nabi Adam As dan Hawa.
 



                                                                         Jabbal Rahmah
 
Nah, karena saya satu-satunya gadis muda, mandiri nan energik dan juga berangkat sendiri (haiyah :p) yang ada dalam rombongan, otomatis saya jadi korban ledekan.
‘Ayo Mira turun, doa di Jabal Rahmah biar cepet dipertemukan jodoh”

Hehe.. Senyum-senyum aja saya mah jadinya..
Sebenarnya kalau saya baca dari tulisan yang ada di bawah bukit, ada informasi jika Rasulullah SAW dulunya tidak naik ke bukit, tidak menuliskan apa-apa di batu, dll. Mencegah supaya jamaah tidak bid’ah.




                                                              Pemandangan dari atas bukit

 Saya pun ke atas bukit saya niatin hanya untuk melihat saja, mumpung di Mekah. Doa yang saya panjatkan minta diijinkan Allah bisa ke Jabal Rahmah lagi, karena kalau bisa ke Jabal Rahmah lagi berarti saya bisa umrah lagi J Tapi mintanya kalau umrah lagi tahun depan sudah ada muhrim yang menemani, secara buat surat muhrim mahal bo, hehehe.. :p
Oh ya, yang menarik, banyak tulisan informasi juga ditulis dalam Bahasa Indonesia di sana. Di Masjid Nabawi, Raudhah, Jabal Rahmah, dan banyak tempat lain. Memang sebaiknya begitu sih, karena jamaah haji dan umrah dari Indonesia kan banyak banget, dan banyak yang kurang fasih berbahasa Inggris atau Arab. 

 
Buat makanan, selama di sana nggak ada masalah sama sekali. Pesennya Mama, jangan bilang makanan nggak enak selama di sana. Harus bilang enak dan pasti kita mau makan. Seolah sugesti gitu, karena kalau belum-belum udah bilang nggak enak, khawatirnya keterusan berasa nggak enak.
Eh, makanannya ternyata enak-enak, yang di Mekah pake enak banget malah. Saya bilang juga ke diri sendiri, semua makanan enak, harus makan banyak biar ibadah bisa pol.
Di sana juga minumnya air zam-zam terus. Biasa kalau minum teh kebanyakan saya suka mual, eh selama di sana banyak minum teh panas kalau malam, aman-aman saja, nggak ada mual blas.
Alhamdulillah.
Sepuluh hari umrah, berat badan saya naik 4 kilo, padahal dalam sehari tidur hanya 3 - 4 jam saja. Begitu sampe Indonesia, baru 3 hari balik langsung turun 2 kilo, hoho..
Abis balik umrah dan ke kantor, nggak sedikit yang manggil saya dengan Bu Haji Kecil, Bu Hajah, hehe.. Amien yra, semoga beneran bisa berhaji satu hari nanti.
Oh ya, karena di sana dari awal sudah niatin hati nggak mau ngeluh khususnya tentang cuaca, Alhamdulillah, selama di sana cuaca nggak yang panas banget, bahkan sempat hanya sekitar 32 derajat, mirip-mirip sama Jakarta.
Pernah sih berasa panas banget, tapi saya mbatinnya dalam hati berucap hamdallah diberi kesempatan merasakan panasnya Jeddah, Madinah, Mekkah, Arafah. Dan saya doa dalam hati minta diberi kesempatan lagi untuk bisa merasakan panas di tempat-tempat tersebut. Amien yra.
Pernah juga keceplosan bilang “Aduh panas ya”, tapi biasa langsung istigfar.
Beneran Allah, saya mau lagi merasakan panas di Mekah atau Madinah. Mau banget.

A Journey to Makkah – Madinah. Part 2


Sebelum berangkat, dipesen sama Mama dan teman-teman yang sudah lebih dulu umrah, jangan mengeluh selama di tanah suci.
Apalagi saya susah makan, sampe sama Mama dibekelin macam-macam, dari madu, abon, camilan, hingga tolak angin (hehe, bukan promosi :p)
Tiba di Jeddah, hamdalah adalah kata pertama yang saya ucapkan. Matursuwun Allah, sebentar lagi bisa lihat Raudhah dan Kabah.
Dari Jeddah, saya niatkan untuk tidak mengeluh khususnya tentang cuaca. Sepanas apapun.
 
                                                              Jalanan dari Jeddah menuju Madinah

Perjalanan pertama ke Madinah. Hotelnya nggak jauh dari Masjid Nabawi.
Hari pertama sebenarnya sudah ada niat untuk langsung ke Raudhah, namun teman-teman satu jamaah ternyata tidak ada yang mau ke sana langsung karena takut nyasar.
Baru pagi harinya saya ke Raudhah, bersama rombongan jamaah yang perempuan. Untuk perempuan, Raudhah dibuka dari pagi sampai jam 10 siang, mulai dibuka lagi antara jam 2 – 3 siang, dan di malam hari dibuka dari jam 10 malam – 1 pagi.
Seorang teman yang lebih dulu umrah pernah berpesan, harus sabar di Raudhah karena ruangannya kecil dan yang antre orang dari seluruh dunia.
Betul saja, antreannya banyak dan panjang. Saya banyak-banyak berdoa, bershalawat dan bertalbiyah sembari menunggu masuk ke Raudhah.
Oh ya di Masjid Nabawi, seluruh karpet berwarna merah, kecuali di Raudhah yang berwarna hijau.
Saat akhirnya bisa masuk ke Raudhah, air mata saya mengalir terus, nggak berhenti-henti. Selama ini setiap ada tweet tentang Raudhah hampir selalu saya RT. Bahkan status bbm sebelum berangkat umrah juga saya tuliskan ‘Off to Raudhah’.
Hamdallah Allah, akhirnya bisa ke Raudhah. Bisa sujud di sana. Bisa melihat makam Rasulullah SAW.
 
                                                          Payung raksasa di depan area Raudhah

Pertama ke Raudhah pada hari Minggu pagi. Alhamdulillah, Minggu malamnya bisa ke Raudhah lagi bersama 3 teman lainnya. Dan saya bisa mendapatkan spot yang membuat saya leluasa berdoa. 
Senin malam berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah umrah.
Saat pertama kali lihat Kabah, tak terasa air mata mengalir terus saat thawaf.
Selama ibadah di Madinah dan Mekah, berasa kurang terus ibadahnya. Kurang banyak, kurang maksimal, kurang sempurna.
Ah, tak ada kata untuk melukiskan perasaan saya selama di sana.
Perasaan saat akhirnya bisa sujud di Raudhah.
Perasaan saat mengaji di Masjidil Haram dengan pemandangan Kabah di depan saya.
 
Perasaan saat thawaf, beristilam di depan Hajar Aswad.
Kesenangan saat traveling bisa mengunjungi tempat-tempat baru selama ini seolah tak ada artinya saat saya bisa mengunjungi tanah suci.
Terutama perasaan usai saya melakukan thawaf wada, atau tawaf perpisahan, pamitan ke Allah sebelum pulang ke tanah air.
Sedih banget sudah harus pulang. Padahal hati masih ingin ibadah di sana, masih pengen di Mekah, masih ingin melihat Kabah.
 
No words could describe the feeling I felt during my thawaf wada.
Ibu dari Biro Umrah saya sempat bilang, habis thawaf wada, puas-puasin lihat Kabah. I did it. Saya tercenung di depan Kabah sekitar 40 menit, dengan air mata yang terus mengalir. Berat sekali mau pisahan dengan Kabah.
Tepat jam 12.00, saya pulang ke hotel.
Doa saya insya Allah bisa ke sana lagi. Amien yra.

A Journey to Makkah – Madinah. Part 1


Pause.
Berhenti sejenak dari rutinitas. Berhenti sejenak memikirkan dan mengejar kehidupan duniawi.
Berhenti sejenak untuk fokus pada ibadah.
Umrah. Alhamdulillah, setelah dari akhir tahun lalu ingin menunaikan ibadah umrah, akhir Juni lalu diizinkan Allah SWT untuk berkunjung ke Baitullah.
 
                                                                         Masjid Apung di Jeddah

Ada seorang teman yang menikah dengan persiapan 1 bulan, dan ia bilang ke saya “Alhamdulillah, segalanya terasa dimudahkan olehNya, Mir.
Saya sempat mbatin, bagaimana ya rasanya dimudahkan segala urusan kita ketika waktu yang kita miliki sebelum hari H nggak banyak.
Dan, itulah yang terjadi pada saya.
Niat umrah di Februari nggak jadi, saya malah ke Singkawang, Kalimantan Barat untuk menonton festival Cap Go Meh.
Saat roster cuti bulan April, saya memang sengaja menunda umrah karena hati belum mantep. Dan saya traveling ke Ujung Kulon bersama beberapa teman site.
Masuk ke bulan Mei, keinginan umrah masih maju mundur.
Namun beberapa hari sebelum balik ke site, saya tiba-tiba pengen datang ke salah satu biro umrah yang direkomendasikan teman buat nanya-nanya. Ternyata seatnya sudah penuh untuk akhir Juni, padahal saya baru cuti roster lagi di akhir Juni. Biro umrahnya janji akan mengusahakan dulu, dan bisa tidaknya saya ikut akan diinformasikan kemudian.
Ada rekan lain yang merekomendasikan biro umrah yang ia ikuti, saya kontak juga, tapi saya kurang sreg setelah mendapat detail layanannya. Entah mengapa, saya merasa sreg aja dengan biro umrah yang pertama saya datangin itu.
Pas saya sampai di Balikpapan, seminggu setelah saya ke tempat biro Umrah tersebut, saya ditelp mereka untuk menginformasikan jika saya bisa ikut umrah yang akhir Juni. Alhamdulillah.
Singkat kata, kepastian saya bisa mendaftarkan ikut umrah pada 18 Mei, untuk berangkat 21 Juni. Ada banyak persiapan yang harus dilakukan, dan Alhamdulillah, semua dimudahkan Allah SWT.
Dokumen penting biasa saya simpan di Jakarta, eh kemarin paspor dan akta lahir saya tinggal di rumah. Dua dokumen itu perlu dikirim ke biro umrah untuk pengurusan visa, dikirim sama Papa. Coba kalo paspor dan akta lahir saya tinggal di kos di Jakarta, siapa yang mau kirim? J
Suntik meningistis saya lakukan di Balikpapan. Beberapa hari sebelum suntik, dikenalin sama temennya temen yang bekerja di Total Balikpapan, dan baru juga kembali dari umrah. Dari ia pula saya tahu lokasi Kantor Pelabuhan yang baru, padahal banyak warga BPN sendiri yang kecele masih pergi ke ke kantor lama di Semayang. Sangat berarti buat saya yang datang dari site dengan menempuh perjalanan lebih kurang 8 jam buat ke Balikpapan dengan waktu off hanya 1 hari.
Visa. Setelah sempat deg-degan visa nggak keluar karena kuota dipangkas dan biro umrah lain juga tak sedikit yang gagal mendapatkan visa, dari biro umrah saya pun mereka minta jamaah semua berdoa biar visa keluar, Alhamdulillah tanggal 18 Juni visa saya keluar.
Persiapan baju dibantu sama dua teman baik saya, Mita dan Ime. Jarang ketemu, tapi mereka mau repot-repot siapin gamis, cariin baju-baju dan perlengkapan lain. Sejujurnya saya nggak enak banget, tapi jawaban mereka singkat, ‘halah sama kita ini Mir’ atau ‘itulah gunanya teman’. Alhamdulillah, tak putus berucap hamdalah saya dikaruniai teman-teman yang begitu tulus dan baik.
Persiapan lain juga disiapkan Mama yang udah pengalaman berhaji tahun lalu.
Teman-teman lain banyak mendoakan atau minta maaf ga bisa mbantu apa-apa. Doa dan atensi dari mereka sudah lebih dari cukup buat saya.
Saya baru sampai Jakarta dari site tanggal 20 Juni siang, sementara berangkat umrah 21 Juni sore.
Hamdalah. Siap berangkat.

 

                                                        Sunrise, saat keluar dari bandara Jeddah
Dalam perjalanan dari Jeddah menuju Madinah, hari pertama, saya dikasih tau oleh Ibu yang punya biro umrahnya kalau sebenarnya saya terancam gagal berangkat. Kuota mereka memang sudah penuh, dan coba-coba aja mengajukan 10 kuota tambahan, salah satunya ya buat saya itu.
Eh, tak disangka kok disetujui, makanya saya bisa dapat 1 tempat dan berangkat umrah. Hamdallah.
Sebelum mantap umrah, saya sempat mbatin, “lumayan nih sebenernya biaya umrah buat ditabung”.
Tapi begitu saya mantep buat berumrah dan berangkat umrah, alhamdulillah, seluruh biaya langsung diganti sama Allah, di bulan yang sama. Bahkan rezeki yang saya terima melebihi biaya yang saya keluarkan untuk umrah.
Maha Pemurah Allah.
Dan rezeki masih terus mengalir ke saya, tak putus-putus, bahkan dengan nominal yang jauh melebihi ekspektasi saya. Hamdallah.
Tulisan ini hanya ingin sedikit berbagi cerita, jika teman-teman satu saat nanti ingin berangkat umrah, yakin dan mantapkan hati saja. Insya Allah, apa yang dikeluarkan akan diganti sama Allah dengan rezeki yang baik.

Pasar Apung and Desa Budaya Pampang are on Newspaper


Ditulis entah beberapa bulan lalu, baru sempet diposting sekarang.. Di sela-sela waktu kuliah J

-----------------------------------------------------------
Sebelum dan sesudah tulisan Singkawang, sebenarnya ada 2 tulisan lagi yang juga dimuat di Koran Pikiran Rakyat, yaitu tulisan tentang Pasar Apung Lok Baintan di Kalimantan Selatan pada akhir tahun 2012 lalu.

 
Sementara tulisan yang dimuat setelah pemuatan tulisan Singkawang mengenai budaya warga Dayak Kenyak di Desa Wisata Pampang, Samarinda Pampang.
Dua tempat itu punya arti khusus buat saya.
Kalimantan Selatan. Tiba-tiba saja pengen ke sana di bulan Oktober tahun lalu.
Actually I’ve been quite fragile at that time. Ada beberapa pikiran, termasuk rasa sesal karena orang tua saya berangkat haji dan saya nggak dapat ijin untuk meninggalkan site.
I've searched for a calm place. Tiba-tiba aja, mak senik, muncul pikiran pengen ke Kalsel. Untungnya banyak teman-teman site yang asli dari Banjar. Dari mereka saya jadi dapat info tentang penginapan, tempat-tempat wisata yang ada di sana termasuk akses menjangkaunya.
So far, lancar, dan mendamaikan hati. Wisata religi juga saya di sana, sholat 5 waktu dari satu masjid ke masjid lain. When I got back to Jakarta, I had found myself getting much better. Hamdallah.
Ada 2 tulisan dari jalan-jalan saya ke Kalimantan Selatan, satu khusus tentang Pasar Apung  Lok Baintan dan satunya tentang wisata di Kalsel. Tapi yang dimuat baru yang tulisan Lok Baintan, doain ya yang Kalsel juga bisa segera dimuat :)
Nah, tentang Dayak Pampang, saya ke sana saat libur Tahun Baru. Jadi, kalau bekerja roster di site tambang di tempat saya, selain hak mengambil off 1 hari setiap 14 hari sekali, saat masih bertugas di site karyawan juga dapat libur saat Idul Fitri (2 hari), Idul Adha (1 hari), Hari Kemerdekaan 17 Agustus (1 hari), dan Libur Tahun Baru (1 hari).
Di luar hari-hari itu, jika masih bertugas di site, ya masuk kerja terus. Every day is Monday J
Back to the topic.
Pertama kali dengar Desa Budaya Pampang saat saya bertemu staf kelurahan Kampung Pendingin, Sangasanga saat tugas. Sambil mencari data mereka cerita tentang Desa Budaya Pampang. Tertarik, saya lalu browsing-browsing tentang desa budaya tersebut.

Desa Pampang relative mudah dijangkau dari Samarinda atau Sangasanga, lokasi site saya saat itu. Dari Samarinda sekitar 1 jam-an.
Baiknya jika ingin ke Desa Pampang, sebaiknya hari Minggu saja saat ada pertunjukkan seni dan tari. Di luar hari Minggu, desa ini relatif sepi.
Satu hal yang perlu diperhatikan saat di Pampang, jangan sembarangan mengajak orang tua atau anak-anak di sana berfoto. Pastikan dulu mereka meminta bayaran atau tidak, dan jika minta bayaran deal di awal. Banyak cerita jika cukup banyak pengunjung yang merasa seperti dipalak saat berfoto di Pampang.
Nah seperti apa cerita di Pasar Apung Lok Baintan, Kalsel dan Dayak Kenyak di Desa Pampang, nanti saya posting di tulisan berikut.

*btw, entah ini tulisan keberapa saya nulis mau posting tulisan yang dimuat, tapi belum jadi-jadi, hihi.. Maapkeun, terganjal kesibukan #haiyah, belagu :p

Cap Go Meh Singkawang is on Newspaper


Jreng..jreng.. Sudah ganti tahun dan blas belum ada 1 update pun di tahun 2013..

Sibuk menggila sih enggak, tapi kalau ada kesibukan lain selain bekerja iya, hehe..

Makanya update ke blog-blog ini menjadi rada terlewatkan terus J
 
Anyway, akhir tahun lalu catatan perjalanan saya saat jalan-jalan ke Pasar Apung Lok Baintan Kalsel, Alhamdulillah dimuat di Koran Pikiran Rakyat.
Seneng banget.
Tapi lebih seneng lagi pas tulisan saya yang tentang Cap Go Meh Singkawang dimuat di harian yang sama. Satu halaman full pula. Alhamdulillah.
Pas dikasih tahu tulisan saya dimuat oleh redakturnya, namanya Mas Deni, saya pas di Ujung Kulon. Seharian nggak nemu sinyal, pas dapet sinyal, eh masuk bbm menginformasikan jika tulisan Singkawang dimuat. Yeay!



 
Sejauh ini, ada 2 tulisan yang saya ngerasanya puas banget abis selese nulisinnya. Yang pertama tulisan tentang Tanjung Isuy dan yang kedua ya tentang Cap Go Meh Singkawang ini.
Dan dua-duanya dimuat 1 halaman *dududu
Anyway, saya pengen cerita dikit tentang Cap Go Meh Singkawang. Baru fixed dapat cuti 2 mingguan di akhir Feb pas awal bulannya, saya rada bingung saat itu mau trip ke mana. Tadinya mau umrah, namun cuti sebelumnya belum sempet bikin persiapan apapun.
Mak senik, eh ndilalah baca tentang persiapan Cap Go Meh Singkawang di sebuah harian nasional. Inget saya, sudah ada 2 teman yang ke Singkawang, Kime dan Shanti. Abis ngobrol dengan mereka, saya tambah mantep buat nonton CGM Singkawang.
Tadinya saya mau ikut tour dari travel agen lokal di sana, namun karena satu dan lain hal, dan lagipula salah satu teman saya yang pernah ke sana, Kime, malah ngenalin saya dengan temannya yang ternyata asli Singkawang, saya mutusin buat ke Singkawang sendiri saja. Apalagi setelah ngobrol dengan temannya Kime, namanya Widya, yang memang asli Singkawang.
Sampe Jumat pagi, saya kelilong Pontianak dulu sebelum lanjut ke Singkawang siang harinya.
Btw tulisan tentang Pontianak masih di draft nih, doain cepet kelar dan dimuat lagi ya J #intermezzo
Sampe di Singkawang, komen pertama saya: Lampion was everywhere in the city. Meriah banget! Belum pernah saya ke sebuah tempat yang atmosfir imleknya begitu terasa seperti di Singkawang.
I was so lucky to arrive there on Friday as the Lampion night was held at Friday night. Pawai lampion ini berupa iring-iringan pawai dengan bermacam bentuk dan warna lampion.
Sabtunya saya keliling Singkawang bersama Widya dan 2 temannya yang jadi teman saya juga sekarang, Tika dan Melda.
Sunday was the day! Dari pagi orang sudah banyak yang turun ke jalan untuk melihat pagelaran Cap Go Meh. Oh ya, event CGM ini ternyata sudah kondang hingga ke mancanegara lho, banyak banget turis dengan kameranya yang yahud-yahud terlihat berbaur menonton event ini.
Wisatawan dari daerah lain pun banyak bener. Ga sengaja, saya ketemu dengan Mbak Ira, temen trip pas ke Krakatau. *Halo Mbak Ira*
Seperti apa tepatnya gambaran Cap Go Meh, nanti saya posting di tulisan berikutnya ya, tulisan yang sama dengan yang dimuat di Koran PR. Plus tulisan tentang keindahan Singkawangnya.
Rame, meriah dan ah ya, ada sebuah suasana yang sulit buat saya deskripsikan di sini. In short, I did truly enjoy the event.

Cave Tubing Gunung Kidul is in Newspaper


Alhamdulillah, tulisan saya dimuat lagi. Tulisan yang dimuat hari Minggu kemarin (11/11) di harian Pikiran Rakyat bercerita tentang serunya petualangan Cave Tubing di Gua Pindul, Gunung Kidul, Yogyakarta. 
 
Meski daerahnya kering, namun Gunung Kidul merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Yogyakarta sejak dulu karena keindahan pantai-pantainya. Diantaranya ada Pantai Baron, Sundak, Krakal, Drini, Kukup, dll. Saat ini, objek-objek wisata pantai di Gunung Kidul semakin bertambah dengan dikenalnya Pantai Siung, Indrayanti, Sadranan, dll. Beberapa pantai bahkan menawarkan wisata khusus, misalnya Siung yang juga menjadi destinasi panjat tebing.

Nah, sekarang ini, Gunung Kidul tak hanya menawarkan keindahan wisata pantai, tapi juga sensasi mengarungi sungai bawah tanah dalam perut bumi atau dikenal dengan nama cave tubing. Cave tubing sekarang ini memang sedang naik daun. Kunjungan tak hanya datang dari masyarakat umum, namun juga public figure, dinikmati turis domestik maupun mancanegara. Cave tubing ini pun telah diliput oleh berbagai media, baik cetak, online maupun elektronik khususnya tayangan jalan-jalan dari beberapa stasiun televisi swasta pun.

Selain cave tubing, kita pun dapat menjajal petualangan body rafting di Sungai Oyo yang masih satu kawasan dengan cave tubing Gua Pindul ini. Sama-sama seru meski sensasi yang ditawarkan berbeda.

Pertama kali ber-cave tubing pada bulan Agustus kemarin, saat air di Gua Pindul maupun Sungai Oyo masih berwarna hijau. Yang kedua, menemani teman site yang pas barengan cutinya di pertengahan Oktober. Airnya sudah mulai berwarna kecokelatan karena sudah mulai turun hujan.

Overall, cave tubing Gunung Kidul asyik menurut saya. Murah, akses mudah, dan menawarkan sensasi berbeda. Mengambang dengan pelampung menyusuri sungai beratap gua, menikmati pemandangan stalagtit dan stalagmit sambil sesekali disuguhi pemadangan kelelawar yang sedang menggantung, menarik bukan? Tak hanya menyusuri sungai namun kita pun bisa berenang ataupun melompat dari tebing ke sungai.

Lebih dari itu, cave tubing menurut saya bisa dijadikan alternatif wisata pendidikan juga. Mengenalkan stalagtit dan stalagmit ke siswa sekolah dengan berwisata cave tubing terdengar sangat menyenangkan.

Selain cave tubing di Gua Pindul, sebenarnya ada satu lagi tempat yang bisa kita jajal, yaitu cave tubing Kalisuci, yang berjarak tak jauh dari Gua Pindul.

Tertarik kan ingin ber-cave tubing?

Kindly check out my latest published writing about cave tubing ya!  

Tanjung Isuy is in newspaper


Minggu pagi 2 minggu lalu, satu bbm masuk, berisi gambar..
Eh ternyata gambar potongan tulisan saya yang (lagi-lagi) dimuat.. Kalau di site, mau Minggu lah, Sabtu, hari besar (kecuali Idul Fitri, Idul Adha dan Natal), kita tetap aja bekerja. Begitu terima bbm itu, langsung semangat bekerja di Minggu pagi, hehe..
Apalagi pas tahu ternyata tulisan saya dimuat 1 halaman full, tanpa selingan artikel lain maupun iklan. Feels such as my honour deh, hehe.. Kalau kata Mas Deny, editor Koran PR, 1 halaman penuh buat terapi recovery saya abis balik dari RS, hehe.. Alhamdullillah..




Back to my writing, tulisan saya yang dimuat itu tentang Tanjung Isuy, sebuah kampung budaya di pedalaman Kutai Barat, Kaltim. Lokasinya nggak begitu jauh dari site tempat saya bertugas. Ternyata, menurut teman-teman saya yang asli Tanjung Isuy atau daerah sekitarnya, kampung ini dulunya seringkali didatangi para wisatawan mancanegara. Bahkan, bisa dalam 1 minggu ada beberapa turis asing yang datang.
Tanjung Isuy sendiri juga disebut dalam buku karangan Lorne Blair, seorang warga negara Inggris, yang berjudul River Gems: A Borneo Journal. Buku ini saya baca nggak sengaja saat jalan-jalan ke Sea  World pas cuti roster beberapa bulan lalu.
Ada beberapa kalimat menarik dari Lorne Blair dalam buku tersebut yang saya kutip tentang Tanjung Isuy dan Danau Jempang, salah satunya yang saya cantumkan sebagai kalimat pembuka tulisan saya yang dimuat itu.
Terus terang saya nggak mikirin honor kalau ada tulisan saya yang dimuat. Terlebih ketika yang dimuat adalah tulisan saya yang menceritakan wilayah-wilayah dekat site tempat saya bertugas.
As I have ever wrote before, ada sebuah keinginan untuk bisa memberikan sesuatu secara pribadi bagi tempat-tempat saya bertugas. Saya suka belajar adat dan budaya, senang jalan-jalan, dan passionate about writing. Apa lagi yang saya bisa lakukan selain menulis keindahan seni dan budaya mereka, dan menyebarluaskannya sehingga masyarakat di luar wilayah tersebut menjadi tahu. Paling tidak, tulisan saya bisa membuat masyarakat di tempat lain, entah di Kaltim sendiri maupun luar Kaltim menjadi tahu atau lebih tahu tentang wilayah ini, atau bahkan kemudian tertarik untuk datang berkunjung.
Meski kecil, tapi semoga apa yang saya lakukan sedikit banyak bisa membawa manfaat buat daerah tersebut. Itulah yang membuat saya sama sekali nggak mikirin honor, bukan karena udah nggak butuh duit, tapi saat apa yang saya inginkan dan usahakan terwujud, rasanya more than seneng banget banget, hehe..
At least, one day, saya juga jadi punya bahan untuk bercerita ke anak atau cucu saya kelak J
Anyway, Project Manager saya, he is South African and in his first year in Indonesia, sempat melihat artikel saya itu. Saya yakin deh beliau tidak terlalu mengerti dengan apa yang saya tulis karena dalam Bahasa Indonesia, namun dari sekretarisnya saya copy jika beliau akan mengajak istrinya untuk berkunjung ke Tanjung Isuy saat libur Natal mendatang :)
Tulisan tentang Tanjung Isuy saya publish habis postingan ini ya, sapa tahu nanti ada lagi yang jadi pengen ikutan berkunjung ke kampung budaya nan memikat ini J