Buat para pendaki Gunung, hiking ke Gunung tentu menjadi pilihan teratas untuk menghabiskan waktu liburan. Begitu juga bagi para pecinta keindahan underwater, berwisata ke pantai merupakan alternatif utama untuk menikmati liburan.
Nah, jika suka ke pantai namun sesekali ingin ke gunung, atau sebaliknya, hobi trekking ke gunung tapi berminat juga untuk berwisata air, Gunung Anak Krakatau bisa menjadi salah satu jawabannya.
Rasa-rasanya hampir semua orang pasti pernah mendengar nama Gunung Krakatau, gunung yang letusannya berdampak hingga ke banyak negara di belahan bumi lainnya pada tahun 1883. Letusan Krakatau disebut telah menyebabkan perubahan iklim global saat itu. Debu letusan tampak hingga Norwegia bahkan New York. Dunia pun sempat dibuat gelap selama 2 hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfir.
Anak Krakatau merupakan satu dari sekian Gunung Vulkanik di Indonesia yang masih aktif, terletak di Selat Sunda antara Pulau Jawa dan Sumatera, tepatnya di Provinsi Lampung. Bahkan, Gunung ini sempat dinyatakan berada dalam status siaga pada akhir tahun lalu. Aktifitas Anak Krakatau sebenarnya sudah mulai aktif lagi, namun sejak beberapa waktu lalu gunung ini dinyatakan relatif aman untuk dikunjungi meski erupsi atau letusan kecil masih sering terjadi.
Gunung Anak Krakatau dari kejauhan
Hari sudah beranjak siang saat perahu yang kami tumpangi merapat di pantai Gunung Anak Krakatau. Rasa ogah-ogahan untuk ikut trekking ke Anak Gunung Krakatau sempat terbersit dalam pikiran saat kaki menginjak pasir hitamnya pantai Anak Krakatau. Semilir angin ketika memasuki Cagar Alam Krakatau justru malah membuat saya ingin berlama-lama duduk di situ dan tak ikut trekking.
Cuaca panas dan jalur trekking yang curam dengan medan pasir vulkanik cukup membuat saya yang pemula di urusan mendaki gunung ini maju mundur untuk ikut mendaki hingga punggungan anak Krakatau atau Patok 9, batas aman Anak Krakatau yang boleh didaki. Setengah perjalanan belumlah saya lalui saat kaki saya menoleh ke belakang. Sedikit terhenyak, saya hanya bisa terdiam melihat pemandangan alam yang membentang di depan saya. Hijaunya pegunungan berpadu harmonis dengan birunya laut dan putihnya awan. Wuih, cantik!
Tak bisa melawan rasa takut dengan ketinggian, saya kembali memilih untuk berhenti di tengah jalan seperti halnya saat mendaki anak tangga Goa Tengkorak di Batu Sopang, Paser, Kaltim beberapa waktu lalu. Pilihan saya tak sepenuhnya salah, karena tiba-tiba nampak semburan asap abu-abu membumbung tinggi keluar dari dari Gunung Anak Krakatau. Tak hanya sekali, letupan asap abu-abu muncul hingga beberapa kali. Sungguh suatu pemandangan yang mengagumkan.
Letupan Anak Gunung Krakatau
Laut yang bersih, bersih dari Bulu Babi
Tak hanya menawarkan keindahan dari puncak, perairan Gunung Anak Krakatau juga menyimpan pesona tersendiri. Lagoon Cabe merupakan spot yang paling terkenal untuk aktivitas snorkeling. Beberapa clown fish atau lebih dikenal sebagai Nemo, terlihat menyembul dari terumbu Karang. Beragam jenis ikan warna warni lainnya dan terumbu Karang menjadi daya pikat yang menarik saat snorkeling di Lagoon Cabe. Jika beruntung, seperti saya kemarin, kita bisa juga bertemu dengan sekumpulan cumi sotong yang tengah bermigrasi.
Dua Nemo menyembul dari balik Terumbu Karang
Migrasi Cumi Sotong
Spot lainnya yang tak kalah menarik untuk snorkeling adalah Pulau Umang-Umang Anak Krakatau. Meski perairannya relatif lebih dangkal dibanding Lagoon Cabe, keindahan bawah air Pulau Umang-Umang pun tak kalah menariknya. Nemo atau bintang laut bahkan bisa terlihat hanya beberapa jengkal dari mata kita. Namun karena lumayan dangkal, snorkeling di sini memang harus lebih hati-hati kalau tak ingin kaki atau tangan tergores karang.
Saking beningnya air laut, terumbu karang di kedua spot ini bisa terlihat jelas dari atas kapal. Di sini, kita tak perlu khawatir dengan adanya bulu babi (Echinoidea). yang merupakan musuh para pecinta snorkeling. Tak adanya bulu babi bisa menjadi salah satu indikator jika kualitas perairan di situ masih terjaga dengan baik.
Beningnya Air Laut Lagoon Cabe
Akses ke Krakatau
Bisa naik gunung, bisa pula puas snorkeling, itulah salah daya pikat Anak Gunung Krakatau. Letak Krakatau di Lampung sebenarnya cukup mudah ditempuh dari Jakarta. Dari Kampung Rambutan, kita bisa naik bus jurusan Merak – Banten. Banyak pilihan bus yang tersedia di sana, dari full AC hingga bus biasa Non AC. Tarifnya juga bervariasi, tergantung dari tipe bus yang kita pilih.
Dari Merak lanjut dengan menggunakan kapal menuju Pelabuhan Bakaheuni – Lampung, waktu penyeberangan sekitar 3 – 5 jam. Tiba di Bakaheuni, perjalanan dilanjutkan dengan naik angkot atau transportasi darat lainnya menuju Pelabuhan Canti di desa Kalianda. Di pelabuhan Canti ini, kita bisa sarapan, sholat, cuci-cuci muka ataupun mandi jika mau. Dari Pelabuhan Canti kemudian lanjut menuju Anak Gunung Krakatau dengan waktu sekitar 2.5 jam menggunakan kapal.
Jangan khawatir dengan tempat bermalam ataupun urusan makan. Di pulau Sebesi, beberapa rumah penduduk disewakan sebagai tempat penginapan (home stay) bagi para wisatawan yang berkunjung ke Krakatau. Biasanya penginapan di Pulau Sebesi sudah mencakup makan selama menginap. Letak Pulau Sebesi tak terlalu jauh dari Krakatau, sekitar 1 jam.
Salah satu sudut Pulau Sebesi
Perjalanan yang lumayan panjang, namun semua penat di jalan seolah terbayar sudah saat Gunung Anak Krakatau mulai terlihat dari pandangan dari kejauhan.
--------------
Beberapa foto saya ambil dari koleksi teman saya, Bang Hendri dan Santi 'San-San' :)
Post a Comment