Stay Hungry. Stay Foolish.

Stay hungry, stay foolish. Salah satu quote yang paling saya sukai. Simpel, namun mengandung makna yang luar biasa. Sebuah quote yang saya kutip juga dari seorang yang luar biasa.
Steve Jobs. Tak hanya seorang pemikir yang cerdas, pendiri Apple ini banyak diberitakan media juga sebagai komunikator ulung. Entah berapa banyak kata maupun ucapannya yang dikutip dan dibaca banyak orang. Salah satu pidato Steve Jobs yang kini banyak diunggah kembali dari internet sejak kepergiannya, adalah saat memberikan sambutan di hadapan mahasiswa Universitas Stanford 2005. Meski hanya membaca di internet, pidato Steve Jobs membuat saya merinding. Tak pernah bosan membacanya meski hingga berulang-ulang. Sangat inspiratif.
Jika rektor atau siapapun yang berpidato saat upacara wisuda mahasiswa umumnya memberi sambutan yang bersifat retorika semata, Steve Jobs justru membicarakan tentang kehidupan, keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi, serta kematian.
Stay foolish, stay hungry, and you’ve got to find what you love. Tiga ucapan yang telah banyak menginspirasi banyak orang, termasuk saya diantaranya. Thanks Sir, it has inspired me that much.
–Pidato Steve Jobs di Stanford University–
Saya merasa bangga di tengah-tengah Anda sekarang, yang akan segera lulus dari salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah selesai kuliah. Sejujurnya, baru saat inilah saya merasakan suasana wisuda. Hari ini saya akan menyampaikan tiga cerita pengalaman hidup saya. Ya, tidak perlu banyak. Cukup tiga.
Cerita Pertama: Menghubungkan Titik-Titik
Saya drop out (DO) dari Reed College setelah semester pertama, namun saya tetap berkutat di situ sampai 18 bulan kemudian, sebelum betul-betul putus kuliah. Mengapa saya DO? Kisahnya dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung saya adalah mahasiswi belia yang hamil karena “kecelakaan” dan memberikan saya kepada seseorang untuk diadopsi.
Dia bertekad bahwa saya harus diadopsi oleh keluarga sarjana, maka saya pun diperjanjikan untuk dipungut anak semenjak lahir oleh seorang pengacara dan istrinya. Sialnya, begitu saya lahir, tiba-tiba mereka berubah pikiran bayi perempuan karena ingin. Maka orang tua saya sekarang, yang ada di daftar urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: “kami punya bayi laki-laki yang batal dipungut; apakah Anda berminat? Mereka menjawab:
“Tentu saja.” Ibu kandung saya lalu mengetahui bahwa ibu angkat saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkat saya bahkan tidak tamat SMA. Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, setelah orang tua saya berjanji akan menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi.
Dan, 17 tahun kemudian saya betul-betul kuliah. Namun, dengan naifnya saya memilih universitas yang hampir sama mahalnya dengan Stanford, sehingga seluruh tabungan orang tua saya- yang hanya pegawai rendahan-habis untuk biaya kuliah. Setelah enam bulan, saya tidak melihat manfaatnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam hidup saya dan bagaimana kuliah akan membantu saya menemukannya. Saya sudah menghabiskan seluruh tabungan yang dikumpulkan orang tua saya seumur hidup mereka.
Maka, saya pun memutuskan berhenti kuliah, yakin bahwa itu yang terbaik. Saat itu rasanya menakutkan, namun sekarang saya menganggapnya sebagai keputusan terbaik yang pernah saya ambil.
Begitu DO, saya langsung berhenti mengambil kelas wajib yang tidak saya minati dan mulai mengikuti perkuliahan yang saya sukai. Masa-masa itu tidak selalu menyenangkan. Saya tidak punya kamar kos sehingga nebeng tidur di lantai kamar teman-teman saya. Saya mengembalikan botol Coca-Cola agar dapat pengembalian 5 sen untuk membeli makanan. Saya berjalan 7 mil melintasi kota setiap Minggu malam untuk mendapatkan makanan enak di biara Hare Krishna. Saya menikmatinya. Dan banyak yang saya temui saat itu karena mengikuti rasa ingin tahu dan intuisi, ternyata kemudian sangat berharga. Saya beri Anda satu contoh:
Reed College mungkin waktu itu adalah yang terbaik di AS dalam hal kaligrafi. Diseluruh penjuru kampus, setiap poster, label, dan petunjuk ditulis tangan dengan sangat indahnya. Karena sudah DO, saya tidak harus mengikuti perkuliahan normal.
Saya memutuskan mengikuti kelas kaligrafi guna mempelajarinya. Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan san serif, membuat variasi spasi antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat. Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan. Saat itu sama sekali tidak terlihat manfaat kaligrafi bagi kehidupan saya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendisain komputer Macintosh yang pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. Mac adalah komputer pertama yang bertipografi cantik.
Seandainya saya tidak DO dan mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam bentuk dan proporsinya. Dan karena Windows menjiplak Mac, maka tidak ada PC yang seperti itu. Andaikata saya tidak DO, saya tidak berkesempatan mengambil kelas kaligrafi, dan PC tidak memiliki tipografi yang indah. Tentu saja, tidak mungkin merangkai cerita seperti itu sewaktu saya masih kuliah. Namun, sepuluh tahun kemudian segala sesuatunya menjadi gamblang.
Sekali lagi, Anda tidak akan dapat merangkai titik dengan melihat ke depan; Anda hanya bisa melakukannya dengan merenung ke belakang. Jadi, Anda harus percaya bahwa titik-titik Anda bagaimana pun akan terangkai di masa mendatang. Anda harus percaya dengan intuisi, takdir, jalan hidup, karma Anda, atau istilah apa pun lainnya. Pendekatan ini efektif dan membuat banyak perbedaan dalam kehidupan saya.
Cerita Kedua Saya: Cinta dan Kehilangan.
Saya beruntung karena tahu apa yang saya sukai sejak masih muda. Woz dan saya mengawali Apple di garasi orang tua saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang dari hanya kami berdua menjadi perusahaan 2 milyar dolar dengan 4000 karyawan. Kami baru meluncurkan produk terbaik kami-Macintosh- satu tahun sebelumnya, dan saya baru menginjak usia 30. Dan saya dipecat.
Bagaimana mungkin Anda dipecat oleh perusahaan yang Anda dirikan? Yah, itulah yang terjadi. Seiring pertumbuhan Apple, kami merekrut orang yang saya pikir sangat berkompeten untuk menjalankan perusahaan bersama saya. Dalam satu tahun pertama,semua berjalan lancar. Namun, kemudian muncul perbedaan dalam visi kami mengenai masa depan dan kami sulit disatukan. Komisaris ternyata berpihak padanya.
Demikianlah, di usia 30 saya tertendang.
Beritanya ada di mana-mana. Apa yang menjadi fokus sepanjang masa dewasa saya, tiba-tiba sirna. Sungguh menyakitkan. Dalam beberapa bulan kemudian, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya merasa telah mengecewakan banyak wirausahawan generasi sebelumnya -saya gagal mengambil kesempatan. Saya bertemu dengan David Packard dan Bob Noyce dan meminta maaf atas keterpurukan saya. Saya menjadi tokoh publik yang gagal, dan bahkan berpikir untuk lari dari Silicon Valley.
Namun, sedikit demi sedikit semangat timbul kembali- saya masih menyukai pekerjaan saya. Apa yang terjadi di Apple sedikit pun tidak mengubah saya. Saya telah ditolak, namun saya tetap cinta. Maka, saya putuskan untuk mulai lagi dari awal.
Waktu itu saya tidak melihatnya, namun belakangan baru saya sadari bahwa dipecat dari Apple adalah kejadian terbaik yang menimpa saya. Beban berat sebagai orang sukses tergantikan oleh keleluasaan sebagai pemula, segala sesuatunya lebih tidak jelas.
Hal itu mengantarkan saya pada periode paling kreatif dalam hidup saya. Dalam lima tahun berikutnya, saya mendirikan perusahaan bernama NeXT, lalu Pixar, dan jatuh cinta dengan wanita istimewa yang kemudian menjadi istri saya. Pixar bertumbuh menjadi perusahaan yang menciptakan film animasi komputer pertama, Toy Story, dan sekarang merupakan studio animasi paling sukses di dunia.
Melalui rangkaian peristiwa yang menakjubkan, Apple membeli NeXT, dan saya kembali lagi ke Apple, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT menjadi jantung bagi kebangkitankembali Apple. Dan, Laurene dan saya memiliki keluarga yang luar biasa. Saya yakin takdir di atas tidak terjadi bila saya tidak dipecat dari Apple. Obatnya memang pahit, namun sebagai pasien saya memerlukannya.
Kadangkala kehidupan menimpakan batu ke kepala Anda. Jangan kehilangan kepercayaan. Saya yakin bahwa satu-satunya yang membuat saya terus berusaha adalah karena saya menyukai apa yang saya lakukan. Anda harus menemukan apa yang Anda sukai. Itu berlaku baik untuk pekerjaan maupun pasangan hidup Anda.
Pekerjaan Anda akan menghabiskan sebagian besar hidup Anda, dan kepuasan sejati hanya dapat diraih dengan mengerjakan sesuatu yang hebat. Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan apa yang Anda sukai. Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan menyerah. Hati Anda akan mengatakan bila Anda telah menemukannya. Sebagaimana halnya dengan hubungan hebat lainnya, semakin lama-semakin mesra Anda dengannya. Jadi, teruslah mencari sampai ketemu. Jangan berhenti.

Cerita Ketiga Saya: Kematian
Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi: “Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu, maka suatu hari kamu akan benar.” Ungkapan itu membekas dalam diri saya, dan semenjak saat itu, selama 33 tahun terakhir, saya selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri: “Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?”
Bila jawabannya selalu “tidak” dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya harus berubah. Mengingat bahwa saya akan segera mati adalah kiat penting yang saya temukan untuk membantu membuat keputusan besar. Karena hampir segala sesuatu-semua harapan eksternal, kebanggaan, takut malu atau gagal-tidak lagi bermanfaat saat menghadapi kematian. Hanya yang hakiki yang tetap ada.
Mengingat kematian adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari jebakan berpikir bahwa Anda akan kehilangan sesuatu. Anda tidak memiliki apa-apa. Sama sekali tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata hati Anda.
Sekitar setahun yang lalu saya didiagnosis mengidap kanker. Saya menjalani scan pukul 7:30 pagi dan hasilnya jelas menunjukkan saya memiliki tumor pankreas. Saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas. Para dokter mengatakan kepada saya bahwa hampir pasti jenisnya adalah yang tidak dapat diobati. Harapan hidup saya tidak lebih dari 3-6 bulan. Dokter menyarankan saya pulang ke rumah dan membereskan segala sesuatunya, yang merupakan sinyal dokter agar saya bersiap mati.
Artinya, Anda harus menyampaikan kepada anak Anda dalam beberapa menit segala hal yang Anda rencanakan dalam sepuluh tahun mendatang. Artinya, memastikan bahwa segalanya diatur agar mudah bagi keluarga Anda. Artinya, Anda harus mengucapkan selamat tinggal. Sepanjang hari itu saya menjalani hidup berdasarkan diagnosis tersebut. Malam harinya, mereka memasukkan endoskopi ke tenggorokan, lalu ke perut dan lambung, memasukkan jarum ke pankreas saya dan mengambil beberapa sel tumor.
Saya dibius, namun istri saya, yang ada di sana, mengatakan bahwa ketika melihat selnya di bawah mikroskop, para dokter menangis mengetahui bahwa jenisnya adalah kanker pancreas yang sangat jarang, namun bisa diatasi dengan operasi. Saya dioperasi dan sehat sampai sekarang. Itu adalah rekor terdekat saya dengan kematian dan berharap terus begitu hingga beberapa dekade lagi.
Setelah melalui pengalaman tersebut, sekarang saya bisa katakan dengan yakin kepada Anda bahwa menurut konsep pikiran, kematian adalah hal yang berguna. Tidak ada orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak ingin mati dulu untuk mencapainya. Namun, kematian pasti menghampiri kita. Tidak ada yang bisa mengelak.
Dan, memang harus demikian, karena kematian adalah buah terbaik dari kehidupan.
Kematian membuat hidup berputar. Dengannya maka yang tua menyingkir untuk digantikan yang muda. Maaf bila terlalu dramatis menyampaikannya, namun memang begitu. Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup orang lain. Jangan terperangkap dengan dogma-yaitu hidup bersandar pada hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang menulikan Anda sehingga tidak mendengar kata hati Anda. Dan yang terpenting, miliki keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi Anda, maka Anda pun akan sampai pada apa yang Anda inginkan. Semua hal lainnya hanya nomor dua.
Ketika saya masih muda, ada satu penerbitan hebat yang bernama “The Whole Earth Catalog“, yang menjadi salah satu buku pintar generasi saya. Buku itu diciptakan oleh seorang bernama Stewart Brand yang tinggal tidak jauh dari sini di Menlo Park, dan dia membuatnya sedemikian menarik dengan sentuhan puitisnya.
Waktu itu akhir 1960-an, sebelum era komputer dan desktop publishing, jadi semuanya dibuat dengan mesin tik, gunting, dan kamera polaroid. Mungkin seperti Google dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum kelahiran Google: isinya padat dengan tips-tips ideal dan ungkapan-ungkapan hebat.
Stewart dan timnya sempat menerbitkan beberapa edisi “The Whole Earth Catalog”, dan ketika mencapai titik ajalnya, mereka membuat edisi terakhir. Saat itu pertengahan 1970-an dan saya masih seusia Anda. Di sampul belakang edisi terakhir itu ada satu foto jalan pedesaan di pagi hari, jenis yang mungkin Anda lalui jika suka bertualang.
Di bawahnya ada kata-kata “Stay Hungry. Stay Foolish.” (Jangan Pernah Puas. Selalu Merasa Bodoh). Itulah pesan perpisahan yang dibubuhi tanda tangan mereka. Stay Hungry. Stay Foolish. Saya selalu mengharapkan diri saya begitu. Dan sekarang, karena Anda akan lulus untuk memulai kehidupan baru, saya harapkan Anda juga begitu. Stay Hungry. Stay Foolish.
Sumber: berhubung downloadnya sudah agak lama, nama sumber terlupa entah saya catat di mana :(

Beragam Pesona Magelang

Meski kepala masih teklak tekluk karena harus mengejar pesawat pagi, toh sebuah artikel bertipe soft news di harian Kompas (29/9) berjudul ‘Pesona Magelang Tak Hanya Borobudur’ bisa juga membuat mata sedikit melek.
Entah ini artikel keberapa yang saya baca mengenai Magelang dalam beberapa bulan terakhir ini. Dari pemberitaan media tentang lahar dingin, kunjungan Richard Gere ke Borobudur, prosesi Waisak, festival 5 Gunung, hingga artikel berjudul di atas.
Magelang memang punya beragam pesona tersendiri. Tak hanya Borobudur, kota ini sebenarnya menawarkan banyak objek wisata yang menarik. Sebenarnya? Ya, karena memang belum terlalu banyak orang yang mengetahui potensi wisata di Magelang. Saya pun baru ‘ngeh’ dengan keindahan Magelang saat beberapa teman  trip saya menyusun beberapa itinerary untuk keliling Magelang.
Emang mau lihat apa di Magelang?
Pertanyaan bodoh yang langsung melintas di kepala saya saat mendengar rencana mereka ke Magelang, kampung halaman saya. ‘Palingan kalau ke Magelang ya kesitu-situ saja’, batin saya.

Namun ternyata, sungguh saya ‘kecelek’ banget pernah berpikiran seperti itu, karena nyatanya memang banyak spot menarik untuk dikunjungi di Magelang.
Mau tau apa saja spot-spot menarik itu?  
Bagi yang menggilai sunrise dan atau juga mengabadikan indahnya fajar, Anda dapat menemukan tempat untuk menyaksikan, yang menurut ulasan sebuah tulisan wisata, matahari terbit terbaik yang pernah ada. Punthuk Watu dan Gunung Setumbu, itu nama tempatnya. Kedua spot itu terletak tak jauh dari Candi Borobudur.
Magelang memang dikenal karena Candi Borobudur, namun selain Borobudur, masih ada sederet candi lainnya yang dapat Anda kunjungi. Ada Candi Mendut, Candi Lumbung, Candi Gunungsari, Candi Pendem, Candi Aso, Candi Pawon, Candi Canggal, dan lain-lain.
Untuk menikmati wisata alam yang berhawa sejuk, Anda bisa mengunjungi kawasan wisata Kopeng, Gardu Pandang Ketep Pass, Losari Coffee Plantation, Air Terjun Kedung Kayang, dan Air Terjun Sekar Langit Silawe.
Sisa banjir lahar dingin di wilayah Muntilan pun saat ini menjadi sebuah wisata alternative yang bisa Anda lihat jika ingin melihat betapa hebatnya letusan Gunung Merapi di akhir tahun lalu.
Ingin merasakan serunya ber-arung jeram? Ada Arung Jeram Citra Elo yang letaknya tak jauh dari Candi Borobudur dan Candi Mendut. Arung jeram ini, seingat saya dulu pernah beberapa kali diliput oleh stasiun televisi swasta nasional. Selain Kali Elo, Kali Progo juga sering digunakan untuk wisata arung jeram.
Untuk wisata budaya selain candi, Magelang memiliki sejumlah museum menarik, diantaranya Museum Senirupa Haji Widayat yang terletak di jalan antara Candi Mendut dan Borobudur. Selain itu, ada juga Museum Sudirman dan Museum Diponegoro.
Nah, bagi yang menyukai festival atau budaya lokal, Festival 5 Gunung merupakan agenda tahunan yang digelar di Magelang oleh Seniman Petani Komunitas Lima Gunung (KLG) Magelang. Magelang, konon, merupakan satu-satunya tempat yang dikelilingi 5 gunung sekaligus, yaitu Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, Telomoyo, dan Menoreh.
Soal kuliner, Magelang boleh mendapat acungan jempol. Berkunjung ke Magelang tak lengkap jika belum mencicipi kupat tahu, hidangan sederhana namun sedep yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari Magelang. Selain kupat tahu, masih ada beragam kuliner asli Magelang lainnya yang tak boleh Anda lewatkan seperti nasi goreng Magelangan (nasi goreng dicampur mie), bakmie godok, sop senerek, pecel, hingga wedang ronde.  
Untuk buah tangan, sejumlah camilan lezat khas Magelang dapat dengan mudah ditemukan di berbagai toko oleh-oleh yang tersebar di beberapa titik, misalnya Getuk Trio (getuk 3 warna dengan 3 rasa), wajik salaman, tape ketan Muntilan, dan juga si gurih kriuk ‘Puthil’.
Magelang sendiri terletak di wilayah yang strategis, di antara 2 ibukota Provinsi yaitu Semarang dan Yogya sehingga akses transportasi dari dan menuju Magelang cukup mudah didapatkan. Biaya makan di Magelang pun relatif masih jauh lebih murah jika dibandingkan dengan Jakarta, Bandung, apalagi tempat tugas saya saat ini di Kalimantan Timur.
Bagaimana, tertarik untuk mengunjungi Magelang? Monggo.. J

Menyusuri Jejak Sejarah di kota Minyak Sanga-Sanga


Mbak Mir, kalau bisa tanggal 27 Januari ke Sanga-Sanga, di sini HUT Kemerdekaan Sanga-Sanga lebih ramai dibanding HUT RI.
Ujar seorang rekan di site saat kunjungan pertama saya di site di wilayah Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara.
-------------
Setelah menempuh perjalanan darat lebih kurang selama 2 jam dari kota Samarinda, ibukota propinsi Kaltim, sampai juga akhirnya saya di Sanga-Sanga, salah satu Kecamatan dalam lingkup wilayah Kutai Kartanegara (Kukar).
Banyak referensi yang menuliskan Sanga-Sanga dengan sebutan kota minyak karena potensi minyak buminya yang melimpah. Wilayah ini juga memiliki keistimewaan sebagai kecamatan administratif pertama yang maju dan makmur karena minyak. Tak hanya minyak, kini Sanga-Sanga pun merupakan salah satu wilayah penghasil emas hitam atau batu bara yang potensial di Kukar.
Cerita dari beberapa warga yang saya dengar, Sanga-Sanga dulunya merupakan sebuah kota yang cukup ramai dan maju karena potensi minyak bumi. Menurunnya kandungan minyak membuat Sanga-Sanga tak seramai sebelumnya. Kota ini  mulai menggeliat kembali sejak diketemukannya potensi pertambangan batu bara.
Bicara tentang wilayah ini kita tak hanya akan membahas tentang minyak maupun potensi batu bara, tapi juga mengenai sejarahnya sebagai kota perjuangan. Sanga-Sanga merupakan kota pertama di Kalimantan Timur yang berhasil dibebaskan dari penjajahan Belanda. Setelah Sanga-Sanga, muncullah 3 kota lainnya yaitu Balikpapan, Samarinda dan Samboja.
Berbagai peninggalan sejarah bisa dijumpai di kota kecamatan ini, seperti Tugu Merah Putih, Monumen Perjuangan, Taman Makam Pahlawan Wadah Batuah, Eks penjara kolonial Belanda, ataupun Batu Kedaulatan pertama RIS. Bukti sejarah lainnya dapat dilihat di Museum Perjuangan Sanga-Sanga, diantaranya senapan mesin, foto-foto perjuangan dan guci pemakaman salah satu etnis yang ditemukan di dekat jembatan 27 Januari Sanga-Sanga. Selain itu, sebuah jip tua dan kapal yang diperkirakan merupakan peninggalan Belanda juga masih disimpan di halaman belakang Museum.

Batu Pertama Kedaulatan RIS di depan rumah seorang warga

 Makam Wadah Batuah
Sanga-Sanga adalah basis perjuangan rakyat Kaltim dalam mengusir Belanda. Kota ini terkenal dengan peristiwa heroik yang terjadi pada tanggal 27 Januari 1947 ketika para pejuang kemerdekaan yang tergabung dalam Badan Pembela Republik Indonesia (BPRI) bahu membahu bersama rakyat mmengusir penjajah Belanda dari Tanah Air.
Perjuangan heroik Sanga-Sanga yang kemudian dikenal sebagai perjuangan Merah Putih Sanga-Sanga merupakan sebuah peristiwa bersejarah yang hingga kini terus diperingati masyarakat Kaltim setiap 27 Januari.
"Kalau kami-kami yang asli sini malah belum pernah masuk ke Museum, Mbak. Lebih mudah orang dari luar untuk masuk ke museum daripada warga lokal"
Cetus seorang guru, sebut saja namanya Ibu Hera, saat saya tanya sudah berapa kali ia mengunjungi museum. Tak hanya Bu Hera, ada beberapa pengajar lainnya mengatakan hal yang sama. Belum pernah ada kunjungan wisata ke museum dari sekolah yang melibatkan siswa dan guru.
Sungguh sayang sebenarnya, ketika sebuah sejarah utamanya terjadi di kota tersebut justru belum terceritakan dengan baik, khususnya ke generasi mudanya. Semoga suatu saat nanti pihak-pihak terkait di sana bisa memfasilitasi sekolah maupun masyarakat untuk dapat mengakses tempat-tempat bersejarah itu dengan mudah.
Oh ya, kalau satu saat nanti Anda singgah di Kota Wisata Juang ini, selain mengunjungi berbagai wisata sejarah, jangan lupa juga untuk mencicipi gula gait, camilan manis dari gula khas kota Sanga-Sanga :)

Keindahan Di Balik Bahaya: Anak Gunung Krakatau

Buat para pendaki Gunung, hiking ke Gunung tentu menjadi pilihan teratas untuk menghabiskan waktu liburan. Begitu juga bagi para pecinta keindahan underwater, berwisata ke pantai merupakan alternatif utama untuk menikmati liburan.
Nah, jika suka ke pantai namun sesekali ingin ke gunung, atau sebaliknya, hobi trekking ke gunung tapi berminat juga untuk berwisata air, Gunung Anak Krakatau bisa menjadi salah satu jawabannya.
Rasa-rasanya hampir semua orang pasti pernah mendengar nama Gunung Krakatau, gunung yang letusannya berdampak hingga ke banyak negara di belahan bumi lainnya pada tahun 1883. Letusan Krakatau disebut telah menyebabkan perubahan iklim global saat itu. Debu letusan tampak hingga Norwegia bahkan New York. Dunia pun sempat dibuat gelap selama 2 hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfir.
Anak Krakatau merupakan satu dari sekian Gunung Vulkanik di Indonesia yang masih aktif, terletak di Selat Sunda antara Pulau Jawa dan Sumatera, tepatnya di Provinsi Lampung. Bahkan, Gunung ini sempat dinyatakan berada dalam status siaga pada akhir tahun lalu. Aktifitas Anak Krakatau sebenarnya sudah mulai aktif lagi, namun sejak beberapa waktu lalu gunung ini dinyatakan relatif aman untuk dikunjungi meski erupsi atau letusan kecil masih sering terjadi.
Gunung Anak Krakatau dari kejauhan
Hari sudah beranjak siang saat perahu yang kami tumpangi merapat di pantai Gunung Anak Krakatau. Rasa ogah-ogahan untuk ikut trekking ke Anak Gunung Krakatau sempat terbersit dalam pikiran saat kaki menginjak pasir hitamnya pantai Anak Krakatau. Semilir angin ketika memasuki Cagar Alam Krakatau justru malah membuat saya ingin berlama-lama duduk di situ dan tak ikut trekking.
Cuaca panas dan jalur trekking yang curam dengan medan pasir vulkanik cukup membuat saya yang pemula di urusan mendaki gunung ini maju mundur untuk ikut mendaki hingga punggungan anak Krakatau atau Patok 9, batas aman Anak Krakatau yang boleh didaki. Setengah perjalanan belumlah saya lalui saat kaki saya menoleh ke belakang. Sedikit terhenyak, saya hanya bisa terdiam melihat pemandangan alam yang membentang di depan saya. Hijaunya pegunungan berpadu harmonis dengan birunya laut dan putihnya awan. Wuih, cantik!
Tak bisa melawan rasa takut dengan ketinggian, saya kembali memilih untuk berhenti di tengah jalan seperti halnya saat mendaki anak tangga Goa Tengkorak di Batu Sopang, Paser, Kaltim beberapa waktu lalu. Pilihan saya tak sepenuhnya salah, karena tiba-tiba nampak semburan asap abu-abu membumbung tinggi keluar dari dari Gunung Anak Krakatau. Tak hanya sekali, letupan asap abu-abu muncul hingga beberapa kali. Sungguh suatu pemandangan yang mengagumkan.
Letupan Anak Gunung Krakatau

Laut yang bersih, bersih dari Bulu Babi
Tak hanya menawarkan keindahan dari puncak, perairan Gunung Anak Krakatau juga  menyimpan pesona tersendiri. Lagoon Cabe merupakan spot yang paling terkenal untuk aktivitas snorkeling. Beberapa clown fish atau lebih dikenal sebagai Nemo, terlihat menyembul dari terumbu Karang. Beragam jenis ikan warna warni lainnya dan terumbu Karang menjadi daya pikat yang menarik saat snorkeling di Lagoon Cabe. Jika beruntung, seperti saya kemarin, kita bisa juga bertemu dengan sekumpulan cumi sotong yang tengah bermigrasi.
 Dua Nemo menyembul dari balik Terumbu Karang
 Migrasi Cumi Sotong
Spot lainnya yang tak kalah menarik untuk snorkeling adalah Pulau Umang-Umang Anak Krakatau. Meski perairannya relatif lebih dangkal dibanding Lagoon Cabe, keindahan bawah air Pulau Umang-Umang pun tak kalah menariknya. Nemo atau bintang laut bahkan bisa terlihat hanya beberapa jengkal dari mata kita. Namun karena lumayan dangkal, snorkeling di sini memang harus lebih hati-hati kalau tak ingin kaki atau tangan tergores karang.
Saking beningnya air laut, terumbu karang di kedua spot ini bisa terlihat jelas dari atas kapal. Di sini, kita tak perlu khawatir dengan adanya bulu babi (Echinoidea). yang merupakan musuh para pecinta snorkeling. Tak adanya bulu babi bisa menjadi salah satu indikator jika kualitas perairan di situ masih terjaga dengan baik.
 Beningnya Air Laut Lagoon Cabe

Akses ke Krakatau
Bisa naik gunung, bisa pula puas snorkeling, itulah salah daya pikat Anak Gunung Krakatau. Letak Krakatau di Lampung sebenarnya cukup mudah ditempuh dari Jakarta. Dari Kampung Rambutan, kita bisa naik bus jurusan Merak – Banten. Banyak pilihan bus yang tersedia di sana, dari full AC hingga bus biasa Non AC. Tarifnya juga bervariasi, tergantung dari tipe bus yang kita pilih.
Dari Merak lanjut dengan menggunakan kapal menuju Pelabuhan Bakaheuni – Lampung, waktu penyeberangan sekitar 3 – 5 jam. Tiba di Bakaheuni, perjalanan dilanjutkan dengan naik angkot atau transportasi darat lainnya menuju Pelabuhan Canti di desa Kalianda. Di pelabuhan Canti ini, kita bisa sarapan, sholat, cuci-cuci muka ataupun mandi jika mau. Dari Pelabuhan Canti kemudian lanjut menuju Anak Gunung Krakatau dengan waktu sekitar 2.5 jam menggunakan kapal.
Jangan khawatir dengan tempat bermalam ataupun urusan makan. Di pulau Sebesi, beberapa rumah penduduk disewakan sebagai tempat penginapan (home stay) bagi para wisatawan yang berkunjung ke Krakatau. Biasanya penginapan di Pulau Sebesi sudah mencakup makan selama menginap. Letak Pulau Sebesi tak terlalu jauh dari Krakatau, sekitar 1 jam.

Salah satu sudut Pulau Sebesi

Perjalanan yang lumayan panjang, namun semua penat di jalan seolah terbayar sudah saat Gunung Anak Krakatau mulai terlihat dari pandangan dari kejauhan.
--------------
Beberapa foto saya ambil dari koleksi teman saya, Bang Hendri dan Santi 'San-San' :)

Kesasar di Goa Tengkorak

Goa Tengkorak.
Ini goa, kalau bukan karena ada tengkoraknya maka kemudian dinamai goa tengkorak, mungkin juga karena bangunannya yang angker.
Itu yang ada dalam pikiran saya saat pertama kali mendengar nama Goa Tengkorak ini dari salah satu warga yang saya temui saat kunjungan ke wilayah Batu Kajang bulan Januari 2011 silam. Kedua kalinya mendengar nama goa ini saat tengah mengobrol dengan seorang rekan di site, Pak Usman, yang kebetulan berasal dari Batu Kajang, salah satu terdekat dari desa Kasungai, tempat Goa Tengkorak berada.
Kata rekan saya tersebut, di goa tersebut memang benar ada tengkoraknya. Konon menurut cerita, orang-orang yang meninggal jaman dulu sebagian tidak dikubur melainkan ditempatkan di atas goa. Itulah ihwal ceritanya kenapa goa ini kemudian dinamakan dengan goa Tengkorak.
Duh, penasaran rasanya ingin melihat goa itu langsung dari dekat.
Perjalanan ke Goa Tengkorak   
Perjalanan menuju Goa Tengkorak tidaklah semulus bayangan saya. Meski goa ini sudah diakui sebagai salah satu objek wisata di Kabupaten Paser oleh Dinas Pariwisata setempat, toh jalanan menuju ke sana masih banyak yang berlubang. Hujan yang turun 1 hari sebelumnya membuat lubang jalanan banyak yang tertutup air, memaksa saya untuk memelankan laju kendaraan agar tak terjatuh.
Rasa penasaran itu akhirnya terjawab sudah pada kunjungan kedua di wilayah Batu Kajang minggu ini. Ceritanya, usai bertemu dengan seorang warga di Batu Kajang tak sengaja saya malah kesasar jalan hingga memasuki wilayah desa Kasungai. Sudah terlanjur kesasar, lagipula seorang warga juga menginformasikan jika posisi saya saat itu sudah dekat dengan lokasi Goa Tengkorak, saya memutuskan untuk mengunjungi Goa Tengkorak.
Tak lama, sebuah plang kecil penanda arah menuju Goa Tengkorak terlihat terpasang di ujung gang. Namanya juga goa, jalan menuju goa semakin lama semakin sepi, hanya ada beberapa rumah. Sisanya pekarangan dan ladang.  Hingga rumah terakhir, wujud Goa Tengkorak tak juga kelihatan. Beruntung, seorang Bapak tiba-tiba menyapa saya. Entah karena melihat saya kebingungan atau memang sudah terbiasa melihat orang yang mencari-cari jalan menuju goa, Bapak yang ternyata pemilik rumah terakhir itu menginformasikan jika lokasi Goa Tengkorak sudah dekat. Tinggal menyeberangi jembatan yang tergantung di atas sungai, berjalan sebentar, menaiki tangga, sampai deh di Goa Tengkorak. Begitu petunjuk arahnya.
Lokasi Goa sebenarnya masih bisa ditempuh menggunakan motor, namun saya memilih menitipkan motor yang saya kendarai di rumah si Bapak itu dan berjalan kaki hingga ke goa. Lebih capek memang, tapi pemandangan di sekitar juga lebih bisa dinikmati dengan berjalan kaki ketimbang mengendarai motor.
Pilihan saya tak salah, karena keunikan jembatan kayu gantung itu terlihat jelas jika kita berjalan kaki saat melewatinya. Bonusnya, kita pun bisa berhenti sebentar di tengah jembatan untuk melihat sungai dan pemandangan alam sekitarnya. Buat yang narsis juga bisa berfoto-foto di tengah jembatan dengan background sungai dan pepohonan :D


Jembatan kayu gantung
Lewat dari satu jembatan, Goa Tengkorak tak jua kelihatan. Dari jauh yang tampak hanyalah lahan berumput yang luas, ada juga beberapa sapi sedang merumput di situ. Sapi-sapi itu tadinya mau saya potret, tapi segera saya urungkan niat memotret ketika mata saya tertuju pada beberapa batu nisan di sisi kanan dan kiri dari tempat saya berdiri. Entah karena terbawa suasana yang memang sepi atau alasan lain, tiba-tiba saya merasa jika sapi-sapi itu seolah semuanya memandangi saya. Tanpa berkedip, hingga membuat saya ingin berbalik arah saja, tidak jadi ke goa. Nggak enak bo ternyata dilihatin sama sapi, beneran :p
Guide Dadakan
Beruntung, saya bertemu dengan Edi dan Hery, 2 anak berusia sekitar 7 – 9 tahun yang kemudian menemani saya hingga ke Goa Tengkorak. Beruntungnya lagi, Edi dan Hery bukanlah anak pemalu yang hanya menjawab sepotong-sepotong saat ditanya. Sembari melewati sebuah jembatan gantung yang lain untuk menuju ke areal goa, baik Edy maupun Hery asyik bercerita tentang aktivitas keseharian mereka. Masih duduk di bangku SD, mereka berdua tengah membantu orangtuanya dengan mencari kayu. Mungkin untuk digunakan memasak oleh ibunya. Itulah sebabnya Hery membawa pedang dengan pembungkus berwarna merah yang ia sampirkan di kaki kanannya. 
Edi
Heri
Goa Tengkorak!

Nah Mbak, itu lho goa tengkoraknya. Tapi kita mesti naik tangga dulu sampe atas baru bisa lihat tengkoraknya
Kata Edi sembari menunjuk sebuah bangunan berbentuk seperti gardu yang kokoh berdiri dengan sejumlah anak tangga di bawahnya.
Ternyata, untuk menuju Goa Tengkorak saya masih harus menaiki sejumlah anak tangga yang jumlahnya cukup lumayan hingga sampai ke gardu itu. Nafas yang kembang kempis setelah menaiki (banyak) anak tangga serasa terbayar saat melihat indahnya pemandangan sekitar dari tangga teratas. Hijau, alami, asri, dan teduh. Edy dan Hery juga menunjukkan lokasi Goa Loyang, salah satu objek wisata lainnya di wilayah ini, yang terletak di seberang perbukitan. 
Goa Tengkorak dari bawah 
Pemandangan dari tangga teratas
Persis saat sampai di tangga terakhir di bawah gardu, saya menyerah, tak berani mendaki anak tangga selanjutnya di gardu meski Edy dan Hery terus menyemangati saya agar naik ke atas. Bukan tak berani melihat tengkorak yang hanya bisa dilihat dari atas gardu, tapi takut dengan ketinggian. Terlebih anak tangga maupun gardu cukup curam, membuat saya makin maju mundur antara terus naik atau berhenti.
Kecewa sih karena akhirnya saya tak berani melawan rasa takut terhadap ketinggian, tapi ya sudahlah, melihat hamparan hijaunya pemandangan yang terlihat jelas dari ketinggian sudah cukup buat saya. Meski sebenarnya saya ingin melihat tengkorak yang kemudian dijadikan nama goa ini.
Goa Tengkorak sebagai Objek Wisata
After all, terlepas dari kondisi jalan menuju Goa Tengkorak yang masih kurang memadai, goa ini sebenarnya memiliki potensi lebih untuk dikembangkan. Wilayahnya bersih, tempatnya jauh dari keramaian, udaranya pun segar. Ada pula jembatan kayu tergantung di atas sungai yang menambah keeksotisan tempat ini. Cocok buat siapa saja yang mengaku menyukai alam dan berjiwa pemberani. Termasuk berani terhadap ketinggian juga pastinya :D
Layaknya obyek wisata lainnya, di tempat ini kita juga bisa menemukan meja dan kursi untuk berteduh dan melepas lelah. Cukup nyaman untuk menikmati semilir angin.

Oh ya, desa Kasungai sendiri terletak di Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser. Jika Anda tengah berada di wilayah Batu Sopang dan sekitarnya, percaya deh sama saya, visit this tengkorak crave and try climbing the stairs to see the tengkorak! J

Memotret Mahakam, Dari Manau Hingga Loajana

Siapa yang tak kenal Sungai Mahakam?
Sungai terbesar di Kalimantan Timur ini merupakan identitas sekaligus kebanggaan Provinsi Kalimantan Timur. Berkunjung ke Kalimantan Timur seolah tak lengkap sebelum melihat sungai Mahakam secara langsung dari dekat.
Dengan panjang 920 km, menjadikan Mahakam sebagai salah satu sungai terpanjang di Indonesia. Bagian hulu sungai terbesar di Kaltim ini melintasi Kabupaten Kutai Barat, sementara bagian hilirnya mengitari wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara hingga Samarinda. Sungai Mahakam merupakan muara dari beberapa anak sungai, diantaranya Sungai Belayan, Kedang Pahu, Lawa, dan Sungai Tenggarong.

Perjalanan menyusuri Mahakam selama lebih kurang 4.5 jam dari Manau, Kutai Barat (Kubar) menuju Loajana, Tenggarong Seberang beberapa waktu lalu memberikan sebuah pengalaman menarik buat saya. Jelas terlihat, sungai ini tak hanya sekedar sungai, namun telah menjadi denyut nadi kehidupan bagi sebagian besar masyarakat khususnya yang tinggal di sepanjang aliran sungai maupun anak sungai Mahakam.
Meninggalkan Manau di waktu Shubuh, Mahakam menyuguhkan potret berbagai aktivitas penduduk yang dilakukan di sungai ini sedari pagi. Misalnya, sebagai sarana transportasi, sumber mencari nafkah, kegiatan perdagangan, hingga pekerjaan rumah tangga seperti mencuci pakaian maupun peralatan rumah tangga lainnya serta keperluan MCK.
Kabut Mahakam

Aktivitas warga di Mahakam
Di beberapa tempat lain, ada juga warga yang memanfaatkan aliran Sungai Mahakam untuk mengembangkan usaha keramba. Salah satunya seperti yang ada di Separi Kampung, sebuah desa di Kec. Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara (Kukar).

Interaksi masyarakat dengan Sungai Mahakam hanyalah sebagian pemandangan menarik yang dapat dijumpai saat menyusuri Mahakam. Bagi kalangan adventurer atau traveller, sungai yang juga menjadi habitat ikan pesut atau lumba-lumba air tawar ini cukup lengkap memanjakan indera dengan hijaunya hutan, perbukitan, rimbun pepohonan, warna warni tumbuh-tumbuhan di pinggiran sungai, serta beragam fauna seperti bangau kecil, monyet dan biawak. Bahkan, beberapa elang tak jarang terlihat terbang di atas Mahakam. Deretan rumah-rumah penduduk berbentuk panggung yang umumnya terbuat dari kayu ulin, tak ketinggalan ikut menyegarkan pandangan mata.
Sebuah spot di pinggiran Mahakam
Pepohonan di Mahakam
Salah satu pemukiman penduduk


Siapa bilang ombak hanya ada di laut? Di beberapa tempat, tak jarang muncul ombak yang memaksa boat kami memelankan lajunya. Tidak terlalu tinggi, namun ombak datang tiba-tiba dengan gelombang yang besar. Memacu adrenalin, melengkapi hasrat adventure menyusuri Sungai Mahakam.
Mendekati Samarinda, kita akan melewati sebuah pulau kecil yang terletak di tengah sungai Mahakam, bernama Pulau Kumala. Patung perunggu Lembuswana, maskot Kerajaan Kutai Kartanegara, terlihat gagah berdiri di ujung pulau wisata kebanggaan Kota Tenggarong ini. Pulau Kumala dapat dijangkau dengan menggunakan jasa sewa ‘ketinting’ (perahu bermotor) yang tersedia di dermaga Kota Tenggarong.  
Patung Lembuswana di Pulau Kumala

Mahakam, Jantung Transportasi
Beberapa wilayah di Kalimantan Timur masih mengandalkan sungai sebagai akses transportasi utamanya, antara lain daerah-daerah di hulu Sungai Mahakam. Salah satu moda transportasi yang banyak digunakan masyarakat di sana adalah taksi air, sebutan untuk kapal angkutan penumpang jarak jauh.

Taksi Air dari Melak menuju Samarinda
Sungai Mahakam tak hanya menjadi jantung transportasi bagi masyarakat, tapi juga untuk kepentingan bisnis. Banyak perusahaan memanfaatkan sungai ini sebagai akses transportasi bagi pontoon pengangkut batu bara maupun kapal untuk mengangkut hasil alam lainnya seperti kayu.

Pontoon pengangkut batu bara
Kapal bermuatan kayu

Mahakam memang bukan hanya sekedar sungai. Sungai ini telah menjadi tumpuan beragam aktivitas sosial masyarakat maupun kepentingan bisnis perusahaan.
Mengutip ucapan seorang tokoh masyarakat yang saya temui di minggu-minggu pertama saya menjejakkan kaki di Kalimantan Timur:

Siapapun yang sudah meminum air Mahakam, satu hari nanti pasti akan kembali ke Kalimantan lagi.
Sebuah cerita lain tentang Mahakam, yang telah turun temurun berkembang di tengah masyarakat. Berkunjung ke Kaltim tak lengkap tanpa melihat sungai Mahakam, dan melihat sungai Mahakam belum komplit rasanya jika belum merasakan nikmatnya air Mahakam.
Dengan segala keunikan, keragaman ekosistem, kealamian alam di sepanjang Mahakam, seharusnya para adventurer kita tak perlu jauh-jauh pergi ke Sungai Mekong di Laos atau Chao Phraya di Thailand untuk merasakan sensasi berperahu menyusuri sungai, karena Mahakam offers you a different sensation of river adventure.