Citizen Journalism Training


Sejak jaman SMU hingga beberapa semester sebelum skripsi, cita-cita saya cuma satu: menjadi seorang wartawan. Alasannya bermacam-macam, agar bisa pergi ke banyak tempat, bertemu dengan banyak orang dari segala lapisan masyarakat ataupun mempengaruhi orang dengan tulisan-tulisan yang saya buat (ceile, idealisme jaman kuliah bo :D).
Meski saat ini saya bukanlah seorang wartawan ataupun full time writer, tapi yang namanya dunia Jurnalistik dan penulisan has still captivated my soul. Masih mudah ’meleleh’ juga tiap kali saya bertemu dengan para jurnalis muda yang begitu menguasai teori dan praktek penulisan, tampak charming (ups! :D).
Back to the main topic. Minggu lalu saya ikut training Jurnalistik dengan tema ’citizen dan convergent journalism’ yang diadakan Common Room di Bandung (yippee, ada alasan buat ke Bandung :D). Training diadakan selama 3 hari, dari 23 – 25 April 2010.
Training hari pertama, diisi dua pemateri yaitu Bapak Yasraf Amir Piliang (dosen FSRD ITB) dan Mbak Santi, salah satu peneliti di Bandung School of Communication Studies. Pak Yasraf memaparkan penjelasan mengenai Media Discourse. Definisi Media Discourse sendiri cukup teoritis buat saya (ya iyalah, namanya juga teori :p), tapi saya coba meringkaskan definisinya sesuai dengan pemahaman saya sebagai bentuk tulisan, visual ataupun oral yang dipresentasikan dalam berbagai praktik sosial di media.
Lebih jelasnya begini: Majalah A menampilkan 2 gambar pejabat tinggi di Indonesia sebagai cover. Pejabat pertama dengan posisi tangan yang seolah-olah tengah menunjuk gambar pejabat kedua, sedangkan gambar pejabat kedua diperlihatkan seolah-olah sedang berfikir. Kenapa saya tulis ‘seolah-olah’, karena memang media discourse lebih bersifat menginterpretasikan suatu gambar, tulisan atau perkataan di media.
Sebagai pemateri ke dua, Mbak Santi memberikan penjelasan dan diskusi yang menarik tentang konsep Citizen Jurnalism yang akhir-akhir ini semakin marak dilakukan oleh masyarakat.
Citizen Journalism?
Yup, mungkin istilah ini sudah tidak asing lagi di telinga kita. Tapi apa sih sebenarnya Citizen Journalism ini?
Citizen Journalism (CJ) atau sering diartikan dengan Jurnalisme Warga sebenarnya bukanlah sebuah konsep baru di kalangan media. Pesta Blogger Indonesia bisa dibilang salah satu momen yang meramaikan wacana CJ. Inti dari konsep ini adalah publik-lah yang menjadi pengelola arus informasi atau dengan kata lain everybody can be a journalist. Nah, materi yang dibawakan Mbak Santi pun lebih banyak mengupas tentang pengertian, ruang lingkup maupun batasan-batasan dalam citizen journalism.
Di hari kedua, Mas Agus Rakasiwi dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung memberikan materi dengan topik secara garis besar tentang metode penulisan, antara lain bagaimana kita harus fokus  ketika menulis sebuah tulisan. Satu tips berguna dari Mas Agus yang saya dapat: tulislah tulisan dengan ringkas dan jelas (PR buat saya yang masih suka menulis panjang :p).



Session dengan Mas Agus Rakasiwi

Sayangnya training hari ketiga terpaksa saya lewatkan berhubung ada event kantor. Terpaksa juga melewatkan ‘Bandung Car Free Day’ di sepanjang Dago Minggu pagi kemarin (arrgh!). Untungnya panitia mau berbaik hati mengirimkan materi hari ketiga yaitu tentang media tools via email.
So far, dua hari mengikuti training Jurnalistik cukup merefresh ilmu tentang dasar-dasar Jurnalistik maupun komunikasi yang saya dapat selama kuliah dulu. Memberikan pencerahan juga terkait beberapa hal tentang penulisan yang berhubungan dengan pekerjaan saya. Dan, tentunya juga memperluas networking saya terutama dengan para praktisi dan jurnalis yang memang berkecimpung di bidang ini :).

Little Reunion

Masa SMU adalah salah satu episode paling penuh warna dalam hidup saya. Salah satunya karena saya punya teman-teman yang penuh warna dan semarak.
 
Beberapa diantaranya ada Jenny, yang akrab dipanggil Jendro, teman sebangku saya di kelas 3. Juga ada Uning, teman les dan jalan-jalan, dan Ima yang sering kita panggil dengan nama Mami.
 
Dari mulai tiba-tiba kita semua punya marga ‘Cu’ di belakang nama kita masing-masing, makan di KFC tiap kali ada menu 10.000 ribu untuk berdua, ngecengin kakak tingkat tiap pulang ekskul Pramuka, jajan di SD dekat sekolah kita dulu, hingga wisata kuliner yang murah meriah di berbagai tempat di Magelang.

Karakter dan pembawaan kita pun berbeda-beda. Jenny sangat easy going, ceplas ceplos dan bersuara keras. Microphone pun bakalan ’keder’ kalo mendengar Jenny bicara (hihihi, piss Jen :D). Uning a.k.a Ningcu, punya bakat bercerita. Rasanya seperti didongengi tiap kali mendengar Uning bercerita tentang sesuatu. Sedangkan Ima, gaya bicaranya sering kita istilahkan dengan ‘kemriwik’ (bahasa Jawa untuk menyebut keripik yang renyah :D).

Setelah sekian tahun tidak bertemu, akhirnya saat pulang ke rumah waktu long weekend kemarin bisa juga saya ketemuan dengan Uning. Kami sempat juga lost contact antara tahun 2006 – 2008; saya kuliah di Bandung sementara Uning di Yogyakarta, dan sama-sama sempat berganti hand phone tanpa menyimpan no masing-masing terlebih dulu di sim card :). Tidak hanya saling bertukar cerita, makan dan jalan-jalan, tapi berfoto-foto di beberapa tempat main kami dulu di Magelang (for sure :D).




Foto-foto ketemuan dengan Uning baru sempat saya upload di facebook siang tadi. Tak membutuhkan waktu lama, comment dari Jenny, Uning dan Ima saling bermunculan. Meski minggu lalu saya hanya bisa ketemu dengan Uning, namun membaca comment dari Jenny dan Ima membuat saya seakan-akan juga sedang mengobrol dengan mereka. Saling menyela, bercanda, menyebut nama panggilan kami masing-masing, juga ngerumpi (haiyah, susah memang ibu-ibu mah :D).

In short, I love them all. This is one of my favorite friendships. Sepertinya semakin sulit mendapatkan teman yang begitu hangat dan ‘semeriah’ mereka. Lucky for me having them as one pleasant part in this life..

Kapan-kapan kita ketemuan semua ya ibu-ibu :D

Pelangi Di Langit

I am a big fan of rain, as long as it can be enjoyed :) Kalau terlalu deras juga yang ada malah takut :D

Saya suka dengan bau tanah yang segar tiap kali terkena air hujan. Saya betah berlama-lama duduk di pinggir jendela hanya untuk mendengarkan suara air hujan sembari menulis dan minum cokelat panas atau kopi. 
 
Satu lagi yang saya suka dari hujan: akan ada pelangi usai hujan reda. 
 
Waktu pulang kantor beberapa hari lalu, nggak sengaja saya lihat ada pelangi di langit.    
 
Untungnya hari itu saya membawa kamera pocket dalam tas. Kurang puas juga sih sebenarnya dengan hasil jepretan saya, berhubung lokasi yang tidak terlalu mendukung untuk mencari angle yang lebih bagus dan terhalang oleh banyaknya pohon dan tiang listrik.
 
Tapi lumayanlah, setidaknya saya masih bisa memotret sekaligus memandanginya hingga puas, karena ternyata banyak teman lain yang masih dalam perjalanan pulang sehingga tidak bisa melihat pelangi cantik ini.


Ah, sudah lama rasanya tak melihat pelangi di langit :)