Kesasar di Goa Tengkorak

Goa Tengkorak.
Ini goa, kalau bukan karena ada tengkoraknya maka kemudian dinamai goa tengkorak, mungkin juga karena bangunannya yang angker.
Itu yang ada dalam pikiran saya saat pertama kali mendengar nama Goa Tengkorak ini dari salah satu warga yang saya temui saat kunjungan ke wilayah Batu Kajang bulan Januari 2011 silam. Kedua kalinya mendengar nama goa ini saat tengah mengobrol dengan seorang rekan di site, Pak Usman, yang kebetulan berasal dari Batu Kajang, salah satu terdekat dari desa Kasungai, tempat Goa Tengkorak berada.
Kata rekan saya tersebut, di goa tersebut memang benar ada tengkoraknya. Konon menurut cerita, orang-orang yang meninggal jaman dulu sebagian tidak dikubur melainkan ditempatkan di atas goa. Itulah ihwal ceritanya kenapa goa ini kemudian dinamakan dengan goa Tengkorak.
Duh, penasaran rasanya ingin melihat goa itu langsung dari dekat.
Perjalanan ke Goa Tengkorak   
Perjalanan menuju Goa Tengkorak tidaklah semulus bayangan saya. Meski goa ini sudah diakui sebagai salah satu objek wisata di Kabupaten Paser oleh Dinas Pariwisata setempat, toh jalanan menuju ke sana masih banyak yang berlubang. Hujan yang turun 1 hari sebelumnya membuat lubang jalanan banyak yang tertutup air, memaksa saya untuk memelankan laju kendaraan agar tak terjatuh.
Rasa penasaran itu akhirnya terjawab sudah pada kunjungan kedua di wilayah Batu Kajang minggu ini. Ceritanya, usai bertemu dengan seorang warga di Batu Kajang tak sengaja saya malah kesasar jalan hingga memasuki wilayah desa Kasungai. Sudah terlanjur kesasar, lagipula seorang warga juga menginformasikan jika posisi saya saat itu sudah dekat dengan lokasi Goa Tengkorak, saya memutuskan untuk mengunjungi Goa Tengkorak.
Tak lama, sebuah plang kecil penanda arah menuju Goa Tengkorak terlihat terpasang di ujung gang. Namanya juga goa, jalan menuju goa semakin lama semakin sepi, hanya ada beberapa rumah. Sisanya pekarangan dan ladang.  Hingga rumah terakhir, wujud Goa Tengkorak tak juga kelihatan. Beruntung, seorang Bapak tiba-tiba menyapa saya. Entah karena melihat saya kebingungan atau memang sudah terbiasa melihat orang yang mencari-cari jalan menuju goa, Bapak yang ternyata pemilik rumah terakhir itu menginformasikan jika lokasi Goa Tengkorak sudah dekat. Tinggal menyeberangi jembatan yang tergantung di atas sungai, berjalan sebentar, menaiki tangga, sampai deh di Goa Tengkorak. Begitu petunjuk arahnya.
Lokasi Goa sebenarnya masih bisa ditempuh menggunakan motor, namun saya memilih menitipkan motor yang saya kendarai di rumah si Bapak itu dan berjalan kaki hingga ke goa. Lebih capek memang, tapi pemandangan di sekitar juga lebih bisa dinikmati dengan berjalan kaki ketimbang mengendarai motor.
Pilihan saya tak salah, karena keunikan jembatan kayu gantung itu terlihat jelas jika kita berjalan kaki saat melewatinya. Bonusnya, kita pun bisa berhenti sebentar di tengah jembatan untuk melihat sungai dan pemandangan alam sekitarnya. Buat yang narsis juga bisa berfoto-foto di tengah jembatan dengan background sungai dan pepohonan :D


Jembatan kayu gantung
Lewat dari satu jembatan, Goa Tengkorak tak jua kelihatan. Dari jauh yang tampak hanyalah lahan berumput yang luas, ada juga beberapa sapi sedang merumput di situ. Sapi-sapi itu tadinya mau saya potret, tapi segera saya urungkan niat memotret ketika mata saya tertuju pada beberapa batu nisan di sisi kanan dan kiri dari tempat saya berdiri. Entah karena terbawa suasana yang memang sepi atau alasan lain, tiba-tiba saya merasa jika sapi-sapi itu seolah semuanya memandangi saya. Tanpa berkedip, hingga membuat saya ingin berbalik arah saja, tidak jadi ke goa. Nggak enak bo ternyata dilihatin sama sapi, beneran :p
Guide Dadakan
Beruntung, saya bertemu dengan Edi dan Hery, 2 anak berusia sekitar 7 – 9 tahun yang kemudian menemani saya hingga ke Goa Tengkorak. Beruntungnya lagi, Edi dan Hery bukanlah anak pemalu yang hanya menjawab sepotong-sepotong saat ditanya. Sembari melewati sebuah jembatan gantung yang lain untuk menuju ke areal goa, baik Edy maupun Hery asyik bercerita tentang aktivitas keseharian mereka. Masih duduk di bangku SD, mereka berdua tengah membantu orangtuanya dengan mencari kayu. Mungkin untuk digunakan memasak oleh ibunya. Itulah sebabnya Hery membawa pedang dengan pembungkus berwarna merah yang ia sampirkan di kaki kanannya. 
Edi
Heri
Goa Tengkorak!

Nah Mbak, itu lho goa tengkoraknya. Tapi kita mesti naik tangga dulu sampe atas baru bisa lihat tengkoraknya
Kata Edi sembari menunjuk sebuah bangunan berbentuk seperti gardu yang kokoh berdiri dengan sejumlah anak tangga di bawahnya.
Ternyata, untuk menuju Goa Tengkorak saya masih harus menaiki sejumlah anak tangga yang jumlahnya cukup lumayan hingga sampai ke gardu itu. Nafas yang kembang kempis setelah menaiki (banyak) anak tangga serasa terbayar saat melihat indahnya pemandangan sekitar dari tangga teratas. Hijau, alami, asri, dan teduh. Edy dan Hery juga menunjukkan lokasi Goa Loyang, salah satu objek wisata lainnya di wilayah ini, yang terletak di seberang perbukitan. 
Goa Tengkorak dari bawah 
Pemandangan dari tangga teratas
Persis saat sampai di tangga terakhir di bawah gardu, saya menyerah, tak berani mendaki anak tangga selanjutnya di gardu meski Edy dan Hery terus menyemangati saya agar naik ke atas. Bukan tak berani melihat tengkorak yang hanya bisa dilihat dari atas gardu, tapi takut dengan ketinggian. Terlebih anak tangga maupun gardu cukup curam, membuat saya makin maju mundur antara terus naik atau berhenti.
Kecewa sih karena akhirnya saya tak berani melawan rasa takut terhadap ketinggian, tapi ya sudahlah, melihat hamparan hijaunya pemandangan yang terlihat jelas dari ketinggian sudah cukup buat saya. Meski sebenarnya saya ingin melihat tengkorak yang kemudian dijadikan nama goa ini.
Goa Tengkorak sebagai Objek Wisata
After all, terlepas dari kondisi jalan menuju Goa Tengkorak yang masih kurang memadai, goa ini sebenarnya memiliki potensi lebih untuk dikembangkan. Wilayahnya bersih, tempatnya jauh dari keramaian, udaranya pun segar. Ada pula jembatan kayu tergantung di atas sungai yang menambah keeksotisan tempat ini. Cocok buat siapa saja yang mengaku menyukai alam dan berjiwa pemberani. Termasuk berani terhadap ketinggian juga pastinya :D
Layaknya obyek wisata lainnya, di tempat ini kita juga bisa menemukan meja dan kursi untuk berteduh dan melepas lelah. Cukup nyaman untuk menikmati semilir angin.

Oh ya, desa Kasungai sendiri terletak di Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser. Jika Anda tengah berada di wilayah Batu Sopang dan sekitarnya, percaya deh sama saya, visit this tengkorak crave and try climbing the stairs to see the tengkorak! J