Serunya Menari Bersama Suku Dayak Kenyah di Desa Pampang Kaltim

-dipublish di detikTravel Community pada 28/3/12, ada beberapa bagian yang telah mengalami penyuntingan oleh redaksi Detik Travel-
Seru dan meriah, itulah yang Anda dapatkan bila berkunjung ke perkampungan Suku Dayak Kenyah, Kaltim. Anda dapat menyaksikan langsung ragam budayanya, menari bersama, dan berfoto menggunakan atribut suku sambil menikmati alunan musik khas Suku Dayak Kenyah.
Tarian menjadi daya tarik tersendiri untuk wisatawan saat berkunjung ke suatu daerah. Mengikuti alunan musik khas daerah tersebut dan ikut menari bersama masyarakatnya menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan. Pengalaman menarik ini akan Anda dapatkan bila berkunjung ke Desa Budaya Pampang. Sebuah perkampungan Suku Dayak Kenyah yang berjarak sekitar 25 km dari Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Hari Minggu siang merupakan waktu yang paling tepat untuk berkunjung ke Desa Budaya Pampang. Dengan membeli tiket seharga Rp 15.000 Anda sudah dapat menyaksikan serangkaian pertunjukkan tari yang digelar di Lamin Kampung atau Rumah Adat Suku Dayak. Pertunjukan tari ini mulai dari pukul 14.00 WITA sampai selesai.
Saat pertunjukan pun dimulai. Seorang MC dan beberapa pemain musik membuka pertunjukan. Selama berjalannya pertunjukan ada 6 tarian yang dipentaskan dari Desa Budaya Pampang.
Tarian pertama yang akan ditampilkan adalah Tari Nyelama Sakai. Sembilan orang penari belia membawakan tarian ini mejadi pembuka sekaligus ucapan selamat datang untuk para pengunjung. Kemudian acara dilanjutkan dengan penampilan Tari Kancet Lasan, dan Tari Enggang Terbang yang dibawakan bergantian.
Tari Nyelama Sakai
 Tari Kancet Lasan
Tari Enggang Terbang sendiri menceritakan tentang perpindahan masyarakat Suku Dayak dari satu tempat ke tempat lain yang lebih baik. Tarian ini dilakukan oleh sekelompok gadis Suku Dayak yang mengenakan hiasan kepala berlambang Burung Enggang. Gerakan yang cantik dengan alunan musik khas Suku Dayak Kenyah mengalun dengan sangat indah.

Tari Enggang Terbang

Selanjutnya, Tari Anyam Tali pun turut melengkapi pertunjukan daerah ini. Tarian yang satu ini menggambarkan suku Dayak yang terdiri dari bermacam-macam sub suku. Namun, dengan adanya perbedaan ini mereka tetap saling bersahabat satu sama lain. Di atas simpul tali, terdapat patung burung Enggang yang disimbolkan sebagai seorang pemimpin.

Tari Anyam Tali

Pada penampilan kelima, Tari Pampaga tampil memeriahkan suasana. Tarian ini melambangkan sebuah perangkap yang sengaja dibuat untuk mengusir hama. Ditarikan oleh 6 gadis muda, tarian ini dimainkan dengan menggunakan peralatan bambu.
Tari Pampaga
Empat orang penari memainkan bilah-bilah bambu yang menimbulkan suara yang berirama, sedangkan sisanya menari di atas bambu-bambu tadi. Makin lama irama bambu terdengar makin cepat, membuat para penari juga harus mempercepat langkahnya saat menari di atas bambu-bambu itu agar kakinya tak terjepit.
Setelah penampilan para penari Pampaga, pembawa acara memberikan kesempatan bagi para tamu untuk ikut mencoba menari Pampaga bersama para penari. Tak sedikit pengunjung yang tertarik dan mencoba ikut menari tari Pampaga.
Rasa takut ketika harus melompati bilah-bilah bambu dengan irama yang kian lama kian cepat justru menjadi tantangan yang mengasyikkan. Banyaknya pengunjung yang ingin ikut mencoba Tari Pampaga membuat MC harus menutup sesi tari ini dan melanjutkan ke tarian selanjutnya.
Tari terakhir yang ditampilkan adalah Tari Leleng. Tari ini merupakan ucapan selamat berpisah yang ditarikan oleh para penari yang telah tampil. Para penari juga akan mengajak para pengunjung untuk ikut menari bersama.

Tari Leleng
Usai penampilan Tari Leleng para pengunjung bisa berfoto bersama dengan ibu-ibu bertelinga panjang ataupun dengan para tetua suku. Namun, untuk bisa berfoto bersama mereka Anda perlu membayar sekitar Rp 25.000 untuk 1 sampai 3 kali jepret.
Ibu bertelinga panjang
Selain itu, Anda pun juga bisa berfoto dengan pakaian khas Suku Dayak Kenyah seperti yang dikenakan penari-penari tadi, lho. Cukup dengan membayar sewa Rp 25.000 per pakaian Anda sudah bisa bergaya ala Suku Dayak.
Selesai menikmati keindahan gerak tari khas Suku Dayak Kenyah, Anda bisa membeli oleh-oleh di sini. Beragam pernak pernik dari manik-manik maupun kayu dapat dibeli di Rumah Lamin maupun rumah-rumah penduduk.
Desa Budaya Pampang terbilang cukup mudah untuk dikunjungi. Perkampungan Suku Dayak Kenyah ini dapat ditempuh dari Samarinda dengan menggunakan kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat melalui jalan poros Samarinda-Bontang. Desa Pampang sendiri terletak sekitar 5 km dari jalan poros.
Jadi, jika Anda ingin melihat kehidupan Suku Dayak Kenyah, tarian dan tato orang Dayak, Lamin, telinga panjang, ataupun membeli oleh-oleh khas Dayak dalam satu waktu, tidak salah jika Anda berkunjung ke Desa Pampang.

Jalan-Jalan Sendiri Sehari ke Green Canyon

Jalan-jalan (sendiri)
Jalan-jalan sendiri seru sih, tapi jujur kalau disuruh milih jalan sendiri atau barengan sama temen, pasti saya akan jawab bareng sama temen J
Terpaksa jalan-jalan sendiri karena sistem kerja saya pake sistem roster 6:2 (6 minggu di site di Kaltim dan 2 minggu full libur balik ke Jakarta), berbeda dengan teman-teman lain yang liburnya pas weekend saja. Nah, pas weekend, saya ada jadwal kuliah. Secara waktu memang udah cukup sulit untuk bisa ngetrip bareng temen-temen atau ikut trip backpacker-an kayak biasanya.
Jadi, berangkatlah saya ke Green Canyon (GC) sendirian. Trip ke GC sendiri juga nggak bakal jadi kalau saya nggak ikutan river boarding di puncak dengan teman-teman dari Batu Sejajar, yang mengenalkan saya dengan Mas Gani dari Janggala Adventure di Green Canyon.
Selain karena memang pengen merasakan serunya berenang di Green Canyon, juga karena udah lama sekali saya nggak ke Pangandaran dan sekitarnya sejak terakhir ke sana tahun 2000-an. Lagipula, Green Canyon juga nggak jauh-jauh banget, masih bisa ditempuh dalam 1 hari perjalanan, dan pertimbangan yang paling penting adalah saya yakin aman buat ke sana sendirian J Pengalaman kuliah di Bandung juga bikin saya pede jalan sendiri.
Green Canyon
Green Canyon cakep!
Airnya pas hijau, meski nggak hijau banget karena paginya sempat hujan gerimis. Airnya lumayan dingin awalnya, tapi kalau sudah nyebur dan berenang, lama-lama juga terasa biasa. Tebing-tebing bebatuan di pinggir-pinggir sungainya asli keren.


Agak jauh berenang ke dalam, saya ditunjukin sama guide saya tentang pemandian putri. Buat sampai ke sana, kita memang kudu manjat tebing-tebing yang lumayan licin, namun nggak terlalu tinggi kok. Airnya buset dah, dingin abis.



Oh ya di GC ini, kalau mau uji adrenalin bisa nyoba loncat dari batu payung yang jaraknya sekitar 7 m dari atas sungai.
Sayangnya, pas saya dateng daun-daunnya sedang keguguran, eh gugur maksudnya.. Informasi dari guidenya, 1 minggu sekali ada petugas dari Dinas Pariwisata yang membersihkan daun-daun itu dari sungai.
Batu Karas
Puas berenang di Green Canyon, destinasi kedua saya ialah Pantai Batu Karas yang katanya bagus buat surfing. Buat yang nggak bisa surfing, ada beberapa water sport yang seru buat dicoba seperti banana boat dan UFO. Biayanya juga terjangkau, Rp 30.000 untuk banana boat dan Rp 50.000 untuk UFO per putaran.

Kalo nggak bisa surfing, nggak pengen maen water sport juga, terus mau ngapain di Batu Karas?
Nah, inilah sisi keren Batu Karas buat saya. Di sisi kanan pantai, ada sebidang bagian pantai yang kedalamannya sekitar seperut sampai sedada orang dewasa, yang enak banget buat tempat berenang. Berasa kayak ada kolam renang di tengah pantai J Ombaknya terkadang lumayan gede (makanya bagus buat surfing), tapi enak banget pas berenang sambil sesekali ‘pasrah’ kesapu gelombang ombak hingga pinggir pantai.

Spot yahud buat berenang di Batu Karas
So far, kalo buat berenang, Batu Karas termasuk salah satu pantai yang paling oke buat saya. Di sana juga belum terlalu rame, kebanyakan malah bule-bule yang datang dan ngajarin anaknya main surfing.
Salah satu anak bule yang banyak saya temui di Batu Karas

Transportasi ke Green Canyon
Kalau mau ke sana sendiri, naek apa? Rutenya gimana?
Buat yang sistem kerjanya mirip-mirip sama saya alias kita libur teman yang lain nggak dan pengen jalan sendiri (daripada nggak jalan-jalan), nih saya share rute, bis, biaya, dan tipsnya.
Ø  Dari Jakarta, kita bisa ke Kampung Rambutan dulu untuk naik bis jurusan Jakarta – Pangandaran. Bis terakhir dari Kp. Rambutan sekitar jam 9 malam. Tarifnya sekitar 55 – 60 ribu rupiah, tergantung bisnya ber-AC Ekonomi atau Patas. Turun di terminal Pangandaran, bis sampai sekitar jam 5 pagi.
Ø  Dari terminal Pangandaran, kita lanjut naik angkot Cijulang sampai terminal Cijulang. Ongkosnya sekitar 3000 atau 4000 (lupa lupa inget :D).
Ø  Dari terminal Cijulang, kalau udah ada janji dengan guide lokal di sana tinggal ke alamatnya si guide, bisa pakai becak atau ojek. Tapi kalau mau langsung ke Green Canyon bisa langsung aja pake Ojek. Tarif ojek rata-rata Rp 15 ribu.
Ø  Sampai di Green Canyon, bisa beli tiket masuk plus sewa perahu seharga Rp 75.000 per 45 menit.
Tips Trip GC
Ø  Angkot dari terminal Cijulang ke Pangandaran terakhir jam 5 sore. Jadi kalau mau pulang naik angkot usahakan sebelum jam 5 udah sampe Cijulang. Kalau ketinggalan angkot, banyak abang ojek kok J
Ø  Bis terakhir dari Pangandaran ke Jakarta jam 8 malam. Nah, kalau yang ini jangan sampai ketinggalan bis kecuali memang masih pengen nginep lagi :p Kalau mau nginep lagi, penginapan banyak di daerah sekitar Batu Karas.
Ø  Kalau waktunya masih longgar, bisa mampir juga ke penangkaran penyu di Batu Hiu, beaching dan foto-foto di Hidden Beach Pantai Madasari atau juga mampir sebentar di Tugu Tsunami Pangandaran.
Ø  Tips paling penting: jangan sampe lupa pake sunblock pas di Batu Karas! Gara-gara udah nggak sabar buat berenang dan kelupaan pake sunblock, kulit muka saya terbakar dengan Sukses. Udah lewat dari 2 minggu tetep aja ini muka masih jeling L
Anyway, one day trip to Green Canyon and Batu Karas was quite fun. Don’t think twice to go for those of you who wanna have fun there J