A Journey to Makkah – Madinah. Part 2


Sebelum berangkat, dipesen sama Mama dan teman-teman yang sudah lebih dulu umrah, jangan mengeluh selama di tanah suci.
Apalagi saya susah makan, sampe sama Mama dibekelin macam-macam, dari madu, abon, camilan, hingga tolak angin (hehe, bukan promosi :p)
Tiba di Jeddah, hamdalah adalah kata pertama yang saya ucapkan. Matursuwun Allah, sebentar lagi bisa lihat Raudhah dan Kabah.
Dari Jeddah, saya niatkan untuk tidak mengeluh khususnya tentang cuaca. Sepanas apapun.
 
                                                              Jalanan dari Jeddah menuju Madinah

Perjalanan pertama ke Madinah. Hotelnya nggak jauh dari Masjid Nabawi.
Hari pertama sebenarnya sudah ada niat untuk langsung ke Raudhah, namun teman-teman satu jamaah ternyata tidak ada yang mau ke sana langsung karena takut nyasar.
Baru pagi harinya saya ke Raudhah, bersama rombongan jamaah yang perempuan. Untuk perempuan, Raudhah dibuka dari pagi sampai jam 10 siang, mulai dibuka lagi antara jam 2 – 3 siang, dan di malam hari dibuka dari jam 10 malam – 1 pagi.
Seorang teman yang lebih dulu umrah pernah berpesan, harus sabar di Raudhah karena ruangannya kecil dan yang antre orang dari seluruh dunia.
Betul saja, antreannya banyak dan panjang. Saya banyak-banyak berdoa, bershalawat dan bertalbiyah sembari menunggu masuk ke Raudhah.
Oh ya di Masjid Nabawi, seluruh karpet berwarna merah, kecuali di Raudhah yang berwarna hijau.
Saat akhirnya bisa masuk ke Raudhah, air mata saya mengalir terus, nggak berhenti-henti. Selama ini setiap ada tweet tentang Raudhah hampir selalu saya RT. Bahkan status bbm sebelum berangkat umrah juga saya tuliskan ‘Off to Raudhah’.
Hamdallah Allah, akhirnya bisa ke Raudhah. Bisa sujud di sana. Bisa melihat makam Rasulullah SAW.
 
                                                          Payung raksasa di depan area Raudhah

Pertama ke Raudhah pada hari Minggu pagi. Alhamdulillah, Minggu malamnya bisa ke Raudhah lagi bersama 3 teman lainnya. Dan saya bisa mendapatkan spot yang membuat saya leluasa berdoa. 
Senin malam berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah umrah.
Saat pertama kali lihat Kabah, tak terasa air mata mengalir terus saat thawaf.
Selama ibadah di Madinah dan Mekah, berasa kurang terus ibadahnya. Kurang banyak, kurang maksimal, kurang sempurna.
Ah, tak ada kata untuk melukiskan perasaan saya selama di sana.
Perasaan saat akhirnya bisa sujud di Raudhah.
Perasaan saat mengaji di Masjidil Haram dengan pemandangan Kabah di depan saya.
 
Perasaan saat thawaf, beristilam di depan Hajar Aswad.
Kesenangan saat traveling bisa mengunjungi tempat-tempat baru selama ini seolah tak ada artinya saat saya bisa mengunjungi tanah suci.
Terutama perasaan usai saya melakukan thawaf wada, atau tawaf perpisahan, pamitan ke Allah sebelum pulang ke tanah air.
Sedih banget sudah harus pulang. Padahal hati masih ingin ibadah di sana, masih pengen di Mekah, masih ingin melihat Kabah.
 
No words could describe the feeling I felt during my thawaf wada.
Ibu dari Biro Umrah saya sempat bilang, habis thawaf wada, puas-puasin lihat Kabah. I did it. Saya tercenung di depan Kabah sekitar 40 menit, dengan air mata yang terus mengalir. Berat sekali mau pisahan dengan Kabah.
Tepat jam 12.00, saya pulang ke hotel.
Doa saya insya Allah bisa ke sana lagi. Amien yra.
0 Responses